"Kebutuhan pasar untuk Indonesia Timur ke depan masih bisa di lakukan oleh Kilang Balikpapan apalagi RDMP Balikpapan terintegrasi dengan Petrokimia ke depannya. Jadi, saya kira untuk Bontang memang masih bisa digantikan oleh Kilang Balikpapan sebagai penyuplai kebutuhan minyak Indonesia Timur," ujar Mamit.
Apalagi dengan mundurnya partner Pertamina dalam pembangunan ini tentu saja memberatkan Pertamina jika proyek ini tetap dipaksakan. Sebab, untuk membangun kilang mulai dari nol, butuh biaya yang besar dan resiko yang besar.
"Kecuali misalnya tiba-tiba ada partner yang tidak neko-neko dan komitmen mau berinvestasi ya monggo dilanjutkan. Beban Pertamina terlalu besar untuk menanggung sendiri," ujar Mamit.
Pada pertengahan tahun lalu secara mengejutkan Pertamina umumkan tidak melanjutkan kerjasamanya dengan Overseas Oil and Gas LLC (OOG) asal Oman yang telah menandatangani perjanjian Framework Agreement pada 2018. Setelah tidak berlanjut menajemen memutuskan untuk batal membangun kilang Bontang dalam waktu dekat.
Ignatius Tallulembang yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI) dulu saat menjabat sebagai Direktur Mega Proyek dan Petrokimia pernah menyatakan Pertamina akan fokus ke pembangunan atau pengembangan kilang eksisting. Serta pengerjaan proyek yang sudah ada persiapan kegiatan fisiknya. Untuk itu manajemen batal melakukan tahapan pembangunan kilang dalam waktu dekat. Kilang Bontang merupakan fasilitas baru sehingga persiapannya dimulai dari nol.