Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso menyatakan perseroan membuka peluang menjadikan anak usahanya PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk atau BRI Agro sebagai bank digital.
"Apakah nanti terkait mungkin bagaimana BRI Agro kita gunakan sebagai kendaraan untuk mengembangkan bisnis digital, saya kira kita ada ke arah sana," kata Sunarso, tengah pekan lalu.
Baca Juga: Dukung Kemajuan Nasional, BRI Fasilitasi Layanan Keuangan Pertamina Lubricants
Bank digital atau neobank adalah bank yang memberikan layanan kepada nasabah sepenuhnya secara daring dan tidak memiliki kantor cabang fisik.
Sunarso mengatakan, BRI Agro dapat diarahkan menjadi bank digital mengingat ukurannya yang belum terlalu besar.
"Karena BRI Agro menurut saya size-nya cukup agile, cukup lincah. Kalau kita misalnya sewaktu-waktu mengubah business model yang lebih digital dan main di ekosistem. Itu untuk kemungkinan BRI Agro kita ubah business model-nya menjadi bank digital," katanya.
Sunarso menuturkan, untuk mengimplementasikan rencana tersebut, pihaknya perlu mempersiapkan segala aspek dengan matang dan komprehensif.
"Sudah barang tentu dipersiapkan secara matang infrastrukturnya, mindset-nya, orangnya, produk-produk, serta target-target ekosistem yang menjadi target market kita," tutur Sunarso.
Bank digital dapat terbentuk melalui dua pola, yaitu melalui transformasi model, strategi, dan produk bisnis bank, dan melalui pembentukan bank sebagai bank digital.
Untuk pola kedua, ada tiga bank digital yang segera beroperasi di Indonesia yaitu Bank Digital BCA, Bank Jago, dan Bank Neo Commerce.
Bank digital atau neobank sekarang sedang menjamur di negara-negara maju. Beberapa contoh neobank yang sudah beroperasi antara lain, Atom Bank dan Starling Bank di Inggris, JUNO dan AXOS di Amerika Serikat, Volt Bank di Australia, dan Jibuan Bank di Jepang.
Di Indonesia, prospek neobank dinilai sangat besar yaitu penjualan mobile device di Indonesia yang sudah mencapai 338 juta unit pada 2020, melampaui total penduduk Indonesia saat ini.
Hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menunjukkan indeks inklusi keuangan Indonesia masih 76,19%. Artinya, dari setiap 100 penduduk di Indonesia yang sudah memiliki akses ke lembaga jasa keuangan atau ke produk-produk jasa keuangan, baru 76 orang.
Artinya, masih ada 24 orang yang belum punya akses ke lembaga keuangan. Dengan adanya bank digital, diharapkan angka inklusi keuangan itu bisa meningkat.