EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bisnis layanan urun dana atau equity crowdfunding berpotensi tumbuh pada tahun ini. Hal ini seiring banyaknya penyelenggara yang antre untuk memperoleh izin.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B OJK Ona Retnesti Swaminingrum mengatakan pihaknya telah membuka kembali kanal perizinan penyelenggara layanan urun dana, setelah sempat ditutup pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Tak lama, terdapat 19 perusahaan yang berada dalam antrean proses izin.
“Terdapat 16 calon penyelenggara yang berada dalam proses untuk memperoleh izin equity crowdfunding. Lalu, sebanyak tiga perusahaan lainnya sedang menjalani proses perizinan securities crowdfunding,” ujarnya saat konferensi pers virtual OJK, Rabu (27/1).
Menurutnya sebanyak 34 sudah terdapat perusahaan yang mengajukan untuk menjadi anggota Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) yang beranggotakan 20 penyelenggara.
“Animo para penyelenggara layanan urun dana itu setidaknya dipicu oleh dua hal, yakni dibukanya kanal pengajuan izin dan terbitnya Peraturan OJK (POJK) 57/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi. Aturan itu menjadi payung hukum penyelenggaraan securities crodfunding,” ucapnya.
Ona menilai terbitnya kebijakan itu memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para pemodal. Selain itu, penyelenggara equity dan securities crowdfunding pun dituntut untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).
Ke depan otoritas pun meyakini bisnis layanan urun dana akan meningkat dengan pasti, terlebih saat memasuki masa pemulihan ekonomi. Menurut Ona, POJK baru mengenai layanan urun dana itu memberikan kesempatan bagi UMKM untuk memperoleh modal melalui mekanisme penawaran efek.
"UMKM perlu diberikan suatu kesempatan mencari pendanaan di pasar modal, terutama melalui crowdfunding ini," ucapnya.