EKBIS.CO, JAKARTA--Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) mengaku sudah melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bisa mengaudit seluruh pengadaan alat digitalisasi milik Pertamina.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan selama ini pengadaan alat digitalisasi yaitu ATG dan mesin EDC diadakan oleh Pertamina bekerjasama dengan Telkom. Sayangnya, dalam hal ini BPH Migas tidak dilibatkan dan kata Ifan BPH Migas tidak ingin masuk ke ranah itu.
"Berapa angka kontrak dan bagaimana alat itu kami tidak tahu. Kami udah layangkan surat ke KPK untuk audit teknologi itu. Apakah itu sudah tepat apa belum. Kami gak masuk ke wilayah itu. Tapi karena itu alat pengawasan. Soalnya dana kompensasi premium itu kan pakai uang pemerintah. Jadi, bukan cuman ATG aja," ujar Ifan di Komisi VII DPR RI, Rabu (27/1).
Ia mengatakan dari 5.518 SPBU yang mestinya semua terdigitalisasi baru 5.471 SPBU yang terpasang ATG. Namun, diantaranya juga sudah terpasang EDC yang terkoneksi dengan mesin EDC Link Aja.
"Yang terpenting sebenarnya adalah pencatatan bisa langsung terkoneksi dengan dashboard pertamina dan pemerintah dan juga pemasangan CCTV yang langsung bisa mencatatkan dan melakukan analytic," ujar Ifan.
Sayangnya, realisasi digitalisasi yang bisa langsung terkoneksi dengan dashboard pemantauan ke Kementerian ESDM, BPH Migas dan Pertamina baru terealisasi sebesar 72,27 persen atau baru 3.988 SPBU. Hingga kini bahkan belum ada SPBU yang terpasang CCTV Analytic menurut pemantauan BPH Migas.
Sedangkan SPBU yang terdigitalisasi dengan status BAST atau terintegrasi dengan pusat data pertamina sudah mencapai 5.147 SPBU atau 93,28 persen. Dan pencatataan plat mobil dari mesin dari Link Aja sebesar 69,25 persen atau baru 3.821 SPBU."Artinya, keluaran yang dihasilkan saat ini belum secara keseluruhan dapat dijadikan perangkat untuk pengawasan dan pengendalian BBM bersubsidi per pengguna kendaraan," ujar Ifan.