Sementara Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menambahkan kredit yang direstrukturisasi masih beresiko tinggi dan berpotensi turun kasta ke dalam kategori NPL hanya 10 persen sampai 11 persen. Dari jumlah tersebut, perseroan juga telah melakukan antisipasi dengan menyiapkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sejak tahun lalu.
"Kami sudah secara bertahap mengalokasikan tambahan CKPN sejak Maret 2020 setiap bulannya. CKPN tidak diharuskan sebelumnya dan sekarang jumlahnya sudah cukup sehingga kami sudah siap kalau 10 persen sampai 15 persen dari kredit yang direstrukturisasi downgrade ke NPL," ucapnya.
Menurutnya perpanjangan POJK restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 maka kesempatan bagi bank melakukan penyelamatan terhadap debitur terdampak pandemi semakin panjang. Maka begitu, lanjutnya, para debitur akan bisa kembali pulih pada akhir 2021 atau awal 2022 sehingga NPL tahun ini akan lebih kecil.
Secara keseluruhan yang melakukan restrukturisasi kredit sesuai POJK NOMOR 11/POJK.03/2020 merupakan debitur yang sehat sebelum pandemi Covid-19 muncul. Bisnis mereka baru terganggu setelah adanya pembatasan sosial akibat pandemi itu.
Per Desember 2020, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi kredit sesuai POJK 11 sebesar Rp 123,4 triliun dengan jumlah debitur 543.758, sebanyak Rp 33,9 triliun merupakan debitur UMKM dengan jumlah 336.819 debitur. Kemudian NPL gross bank Mandiri sebesar 3,09 persen atau naik 0,76 persen secara year on year (YoY) dengan coverage ratio mencapai 229,1 persen atau naik dari 84,85 persen.
Di samping itu, Siddik menuturkan perseroan juga melihat pelandaian yang cukup signifikan dari permohonan restrukturisasi pada awal tahun ini. Perseroan sudah bisa fokus pada ekspansi kredit tahun ini dan mendukung debitur lebih agresif memanfaatkan momentum peningkatan ekonomi yang akan mulai pada kuartal ketiga 2021.