EKBIS.CO, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana menetapkan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas dividen yang diterima mitra asing dari Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sebesar 7,5 persen. Jumlah yang lebih kecil dibandingkan tarif biasanya ini ditujukan agar para investor asing tertarik untuk menanamkan dananya di proyek Indonesia.
Rencana tersebut akan diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlakuan Perpajakan LPI yang merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Tujuannya memang memberikan insentif sehingga para investor ini tertarik untuk menjadi mitranya LPI," tutur Sri dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual pada Senin (1/2).
Kebijakan pajak ini berlaku untuk investasi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) pada masa kepemilikan dan exit. Masa exit adalah ketika anak perusahaan hasil gabungan antara LPI dengan investor asing ini harus dilikuidasi.
Selama ini, Sri menjelaskan, dividen atas investasi SPLN dikenakan tarif 20 persen atau disesuaikan dengan tarif yang ditetapkan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Tercatat, dari 71 perjanjian P3B yang sudah dimiliki Indonesia dengan yurisdiksi lain untuk mengatur dividen, rata-rata besaran tarifnya adalah 10 persen. Tarif ini diberlakukan untuk 51 negara.
Sementara itu, negara-negara lainnya menerapkan tarif di atas itu yakni 12,5 persen hingga 15 persen. Di sisi lain, ada juga negara dengan tarif pajak dividen lima persen dan nol persen, namun terbatas pada tiga negara dan satu negara.
Insentif lebih besar diberikan Sri kepada SPLN yang memutuskan berinvestasi kembali di Indonesia meskipun sudah masuk masa exit. Artinya, mereka tetap memilih menahan dividen di Indonesia dan memutuskan berinvestasi lagi di anak perusahaan yang baru.
Untuk langkah tersebut, Sri akan membebaskan transaksi dividen kepada SPLN tersebut. "Tujuannya, agar SPLN tidak membawa keluar dana yang diperoleh, namun menanamkan kembali di Indonesia," katanya.