Suhariyanto mengatakan, tren tersebut menunjukkan adanya perbaikan dari kuartal II 2020 karena angka kontraksi terus mengecil. Namun, tetap dibutuhkan evaluasi bersama agar pemulihan pada 2021 bisa mulai dilakukan.
"Indonesia tidak sendiri, banyak negara di dunia yang mengalami kontraksi," kata Suhariyanto. Sebagai contoh, Amerika Serikat yang terkontraksi 3,5 persen, Korea Selatan satu persen, Hong Kong 6,1 persen, hingga Uni Eropa 6,4 persen.
"Banyak sekali negara-negara yang pada 2020 mengalami kontraksi cukup dalam karena pandemi ini menyebabkan kontraksi yang sangat buruk," kata dia.
Memasuki 2021, Suhariyanto mengatakan, Indonesia masih akan menghadapi sejumlah tantangan. Masing-masing negara memiliki pendekatan yang berbeda-beda untuk melakukan pemulihan. Adapun Indonesia, menurut Suhariyanto, telah menunjukkan indikator-indikator perbaikan.
Misalnya, seperti Purschasing Managers Index (PMI) oleh IHS Markit pada Januari 2021 sebesar 52,2. Level di atas 50 mencerminkan kegiatan industri mulai bergeliat. Selain itu, kinerja ekspor dan impor juga sudah mulai mengalani kenaikan sejak kuartal IV 2020.
"Jadi, betul ada banyak tantangan, tapi ada juga indikator yang menunjukkan perbaikan," ujarnya.