EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengakui, saat ini kontribusi usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap ekspor masih rendah. Kontribusinya baru sekitar 14,37 persen.
"Lumayan tertinggal dari negara-negara APEC (Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik) lain yang sudah mencapai 35 persen," ujar dia dalam peresmian program Kolaborasi Akselerasi Mencetak 500 Ribu Eksportir Baru di 2030 di Jakarta, Rabu (17/2).
Di Indonesia, mayoritas atau 86 persen pelaku ekspor merupakan usaha besar. "UKM masih sulit menembus pasar ekspor. Sebab minimnya informasi pasar, dokumen persyaratan, kualitas produk yang tidak konsisten, kapasitas produksi, biaya sertifikasi yang tidak murah, hingga kendala logistik," tuturnya.
Padahal, kata dia, sebagai satu negara agraris terbesar, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibanding negara pesaing. Menurutnya, Indonesia bisa menangkap peluang pasar global melalui produk potensial ekspor UKM Indonesia seperti pertanian, perikanan, furniture home decor, kosmetik, herbal product, indigenous product, serta fashion Muslim.
"Saya berharap UKM dibantu oleh pemerintah bisa turut berkonsolidasi untuk menangkap peluang ini. Kemudian berkontribusi dalam ekspor nasional," kata Teten.
Dirinya menegaskan, dalam mewujudkan akselerasi peningkatan ekspor nasional diperlukan kolaborasi. Kolaborasi itu antara Kementerian atau Lembaga (K/L) dengan berbagai pihak seperti Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Indonesia E-Commerce Association (idEA), Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Sekolah Ekspor, serta Kadin Indonesia.
"Saya meyakini, bersama-sama kita mampu meningkatkan daya saing UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Tujuannya agar menembus pasar internasional," ujar Teten.