EKBIS.CO, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai relaksasi uang muka atau down payment (DP) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) sangat berisiko. Relaksasi tersebut rencananya akan berlaku mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021.
"DP nol persen ini dapat mendorong penjualan rumah dan berpotensi meningkatkan penerimaan pajak dari PBB dan BPHTB namun penuh risiko dan mungkin tidak efektif," kata Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Riza Annisa Pujarama dalam diskusi virtual Indef, Selasa (23/2).
Riza menuturkan, meskipun relaksasi tersebut diberlakukan, maka bank akan lebih selektif. Khususnya dalam memberikan pinjaman atas risiko kemampuan untuk memenuhi cicilan.
Sementara itu, kondisi pandemi Covid-19 juga sebagian besar mempengaruhi pendapatan masyarakat. "Pendapatan yang menurun akan mempengaruhi preferensi masyarakat," ujar Riza.
Riza menegaskan, kebijakan tersebut akan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat. Begitu juga dengan ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ke depannya.
"Hal ini berkaitan dengan prediksi berlangsungnya pandemi sehingga penanganan pandemi yang lebih baik diperlukan untuk mendorong persepsi masyarakat lebih baik," ungkap Riza.
Dia menambahkan, berdasarkan data laporan bulanan bank umum dalam survei harga properti residensial Bank Indonesia (BI) pada 2020, pertumbuhan KPR dan KPA memang turun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kata Riza, jika dilihat dari skala kuartal terlihat membaik.
Pada kuartal pertama pertumbuhan KPR dan KPA turun 0,51 persen, pada kuartal kedua turun 0,11 persen. Lalu pada kuartal ketiga mulai naik 0,62 persen, dan pada kuartal keempat 2020 naik 2,37 persen.