Untuk investasi, kinerja industri asuransi umum syariah juga mengalami kinerja yang baik. Naik tipis dari tahun 2019 sebesar Rp 4,03 triliun menjadi menjadi Rp 4,10 triliun. Peningkatan investasi ini diikuti oleh pertumbuhan hasil investasi, dari Rp 243 miliar pada 2019 menjadi Rp 259 miliar pada 2020.
"Yang menarik dari kinerja asuransi umum adalah dari segi laba, disaat secara umum negara kita mengalami resesi, justru di industri asuransi umum syariah malah labanya meningkat," katanya.
Pada tahun 2019 laba tercatat sebesar Rp 514 miliar, dan pada tahun 2020 meningkat menjadi Rp 532 miliar. Ini seperti yang terjadi pada tahun 1998, disaat industri lainnya krisis, sebagian perusahaan asuransi saat itu mengalami peningkatan dari segi laba.
Namun yang tidak kalah pentingnya, lanjut Erwin, tingkat solvabilitas industri asuransi umum syariah juga boleh dikatakan sangat sehat dengan solvabilitas dana tabarru lebih dari 423 persen. Artinya, melebihi dari ketentuan yang diatur OJK.
Dari segi lini bisnis, saat ini industri asuransi umum syariah masih didominasi dari sektor asuransi kendaraan bermotor yang memiliki porsi sebesar 36,46 persen. Diikuti oleh bisnis asuransi kecelakaan diri dengan porsi sebesar 31,11 persen, sektor asuransi harta benda yaitu sebesar 15,60 persen.
Erwin menambahkan, potensi industri asuransi umum kedepan akan terus berkembang. Disamping dengan mergernya tiga bank syariah yang cukup memberikan pengaruh terhadap perekonomian syariah nasional, faktor lainnya adalah seiring dengan adanya pembangunan kawasan industri halal yang tentunya akan melibatkan banyak pihak dan menjadi prospek industri perasuransian syariah.