EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian ESDM mencatat, selama ini produksi Fly Ash Bottom Ash (FABA) belum termanfaatkan secara maksimal. Padahal, di negara maju FABA sudah digunakan untuk bahan baku konstruksi.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mencatat, kebutuhan batu bara sepanjang 2019 mencapai 97 juta ton. Jumlah produksi FABA dari batu bara yang diolah tersebut mencapai 10 persen dari jumlah serapan batu bara tersebut atau sebesar 9,7 juta ton FABA.
"Pada 2019 mengonsumsi 290 juta ton batu bara dengan asumisi FABA 10 persen. Atau 9,7 juta ton," ujar Rida dalam konferensi pers, Senin (15/3).
Rida menjelaskan, sampai 10 tahun mendatang, melihat adanya program 35 GW maka konsumsi batu bara secara nasional bisa mencapai 153 juta ton per tahun nantinya. Nah, kata Rida produksi FABA dari pengoperasian PLTU ini sebesar 15,3 juta ton.
"Artinya, ini potensi untuk bisa dikelola memang banyak," ujar Rida.
Rida memastikan, pemerintah selama ini sudah melakukan uji coba baik di laboratorium maupun melalui screening yang dilakukan LIPI maupun Universitas terkemuka. Dari uji lab tersebut memiliki tingkat toxic yang rendah.
"Dengna hasil ini, bukan hanya ikutan negara lain, tapi memang ini hasil lab. FABA PLTU itu bukan lagi daftar bagian dari B3," ujar Rida.
Rida menjelaskan, ada beberapa potensi penggunaan FABA di beberapa negara maju. Ia menjelaskan FABA bisa digunakan untuk bahan baku jalan raya, untuk batuan penutup reklamasi, juga untuk pengerasan tanah.
"Bisa juga dipakai oleh industri untuk bahan baku campuran beton, paving blok juga untuk pembuatan batako," ujar Rida.