“Pemerintah harus mendorong BUMN untuk membenarkan logika bisnis yaitu dengan menghilangkan diversifikasi yang tidak terkait (dengan bisnis inti),” tulis OECD.
OECD juga menilai reformasi semakin diperlukan karena kinerja keuangan dan operasional BUMN telah mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data OECD, utang gabungan bruto BUMN meningkat menjadi 7,3 persen dari PDB pada Maret 2020 dari 4,7 persen pada dua tahun sebelumnya.
“Beberapa BUMN beroperasi dengan debt-to equity ratio yang tinggi, sehingga menimbulkan risiko fiskal kontijensi yang tidak tercakup secara memadai,” tulisnya.
Maka itu OECD pun merekomendasikan beberapa poin. Pertama, pemerintah harus meningkatkan tata kelola BUMN agar sejalan dengan praktik global. “BUMN hendaknya selalu tunduk pada aturan persaingan usaha dan diminta pertanggungjawabannya apabila terjadi posisi dominannya di pasar,” tulis OECD.
Kedua, OECD mendesak pemerintah melakukan peninjauan kembali atas batasan yang ada saat ini. OECD mendorong agar pemerintah menghapus batasan yang menimbulkan biaya tanpa mendatangkan manfaat, dan memantau batasan yang lain.
OECD juga menyoroti soal penunjukan langsung kepada BUMN untuk menyelesaikan proyek-proyek nasional. OECD menilai penunjukan langsung harus dibatasi. “Batasi penunjukan langsung hanya untuk kebutuhan yang harus dipenuhi saat ini juga, bersifat mendesak, dan tidak diduga, ketika hanya ada pemasok tunggal yang memenuhi kualifikasi, dan harus diakhiri sesegera mungkin,” tulis OECD.