Beternak sapi kurang menjadi pilihan atas dasar pertimbangan usaha oleh masyarakat. Sementara di Australia, hamparan yang banyak tak mampu untuk ditanami komoditas sawit. Sebaliknya lebih sesuai untuk menjadi ladang gembala dalam pengembangbiakan sapi.
"Jadi kita tidak bisa mengambil semuanya karena kita bukan produsen daging yang menunjang. Di NTT dan NTB ada lahan, betul. Tapi itu kecil," kata dia.
Dengan sumber daya yang tersedia, Yugi menilai Indonesia sulit memenuhi kebutuhan daging seluruh masyarakat Indonesia. Menurutnya, jika konsumsi per kapita protein hewani dari daging naik 1 kilogram per tahun, setidaknya butuh tambahan 270 ribu ton daging setiap tahun.
Pemerintah, tambah Yugi, harus memahami situasi yang ada. Senada Rochadi, ia menilai saat ini harus mulai dibentuk rantai pasok yang tepat antara Indonesia dan Australa.
"Tinggal dipilih mau kemana? sapi bakalan, daging beku atau apa. Jadi tidak perlu lagi dikotomi impor tidak impor. Bentuk supply chain dan value chain," katanya.