Kemudian, Fatrya menjelaskan mengenai kewajiban pemenuhan modal inti oleh Bank Kalsel untuk memenuhi ketentuan POJK dimaksud. Menjawab POJK tentang Konsolidasi Bank Umum tersebut, Bank Kalsel saat ini memerlukan tambahan modal inti dari seluruh pemegang saham Bank Kalsel, salah satunya dari Pemprov Kalsel selaku pemegang saham pengendali.
"Tambahan modal inti tersebut melalui skema yaitu setoran modal dari pemegang saham ditambah cadangan dari penyisihan laba bank. Minimum modal inti yang disyaratkan POJK untuk BPD adalah Rp 3 triliun, sementara modal inti minimum bank hasil pemisahan (Spin Off) untuk unit usaha syariah sebesar Rp 1 triliun, sehingga modal inti minimum Bank Kalsel keseluruhan yang harus dipenuhi adalah sebesar Rp 4 triliun,” jelas Fatrya.
Menyikapi kebutuhan tersebut, Putu Gede Indra S selaku Kepala Bagian Edukasi Perlindungan Konsumen OJK Regional 9 Kalimantan Selatan mendorong pemenuhan POJK tersebut kepada Bank Kalsel yang diproyeksikan melalui setoran modal dan pembentukan cadangan dari penyisihan laba bank.
“OJK Regional 9 mendorong Bank Kalsel begitu pula BPD lainnya agar dapat memenuhi modal inti minimum sesuai POJK yang telah ditetapkan. Peran serta pemegang saham sangat diperlukan bagi BPD tak terkecuali Bank Kalsel, untuk mendukung dan mendorong pemenuhan kewajiban tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan,” jelas Indra
Roy Rizali Anwar selaku Sekda Provinsi Kalsel yang mewakili Pemprov Kalsel memberikan beberapa arahan dan masukan dalam rapat tersebut. Termasuk pula siap memberikan dukungan kepada Bank Kalsel atas segala kegiatan dan upaya pemenuhan modal tersebut.
“Kami selaku pemegang saham pengendali mendukung berbagai upaya Bank Kalsel agar terpenuhinya kewajiban modal inti minimum sebesar Rp 4 triliun di 2024. Meskipun kinerja Bank Kalsel telah menunjukkan hasil yang positif baik di 2020 sampai dengan triwulan I 2021, namun kami mendorong Bank Kalsel agar selalu meningkatkan kinerja setiap tahunnya,” pungkas Roy.