EKBIS.CO, JAKARTA-- Pemerintah menyurati setiap kementerian/lembaga (k/l) untuk melakukan penghematan belanja tahun anggaran (TA) 2021. Adapun penghematan ini dari pemotongan komponen tunjangan kinerja dalam pembayaran gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) 2021.
Hal ini tertuang dalam surat bernomor S-408/MK.02/2021 dan diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Adapun surat diterbitkan pada 18 Mei 2021 lalu. Surat ditujukan kepada menteri kabinet kerja, jaksa agung, kepala kepolisian, kepala lembaga pemerintahan non kementerian, dan pimpinan kesekretariatan lembaga negara.
"Kementerian/lembaga diminta untuk melakukan penghematan belanja k/l TA 2021 dari alokasi tunjangan kinerja THR dan gaji ke-13 sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 63 Tahun 2021," tulis Sri Mulyani seperti dikutip Kamis (3/6).
Sri Mulyani menjelaskan penghematan diperlukan karena negara butuh dana untuk menangani pandemi covid-19. Hal ini khususnya dalam pengadaan vaksin dan mengimplementasikan program perlindungan sosial.
"Untuk memenuhi kebutuhan belanja program pemulihan ekonomi nasional tersebut perlu dilakukan kembali refocusing anggaran belanja k/l TA 2021 dalam rangka menjaga defisit APBN TA 2021 sesuai dengan proyeksi agar tercipta APBN yang dan sustainable," ungkapnya.
Ke depan Sri Mulyani mengungkapkan melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal, diharapkan kebijakan fiskal tahun 2022 akan efektif, hati-hati, dan berkelanjutan. Mengacu pada konsep tersebut, Sri Mulyani memaparkan estimasi postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.
“Pendapatan negara akan semakin meningkat ke kisaran 10,18 persen sampai 10,44 persen dari produk domestik bruto (PDB),” seperti dikutip Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2022.
Dengan persentase tersebut, maka besaran pendapatan dalam rentan Rp 1.823,5 triliun sampai Rp 1.895,4 triliun. Sedangkan belanjanya 14,69 persen (Rp 2.631,8 triliun) sampai 15,29 persen (Rp 2.775,3 triliun) dari PDB.
Sri Mulyani menjelaskan keseimbangan primer akan mulai bergerak menuju positif atau lebih kecil dari APBN 2021 sebesar defisit Rp 633,12 triliun kisaran minus 2,31 persen (defisit Rp 414,1 triliun) sampai 2,65 persen (defisit Rp 480,5 triliun) dari PDB.
Lalu, defisit APBN akan semakin mengecil ke minus 4,51 persen sampai minus 4,85 persen dari PDB. Adapun rasio utang kisaran 43,76 persen sampai 44,28 persen dari PDB.
“Di tengah kondisi pemulihan ini, kita harus tetap optimis dan tidak boleh menyerah. Kita tetap harus berkomitmen untuk menghadirkan pengelolaan fiskal yang sehat dan efektif sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan,” ucapnya.
Akselerasi pertumbuhan ekonomi, terang Sri Mulyani akan menciptakan kesempatan kerja sehingga tingkat pengangguran terbuka dapat ditekan kisaran 5,5 persen sampai 6,2 persen. Lalu, kemiskinan kisaran 8,5 persen sembilan persen dan rasio gini antara 0,376 sampai 0,378, indeks pembangunan manusia akan meningkat di 73,44 sampai 73,48.
Dari sisi nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan juga ditingkatkan untuk mencapai kisaran masing-masing 102 sampai 104 dan 102 sampai 105.