EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu instrumen pemastian dan pengendalian mutu produk industri. Hal ini bertujuan pula menjaga daya saing industri dalam negeri dan keselamatan konsumen.
“Jaminan kepastian mutu produk yang dihasilkan industri tersebut menjadi hal penting yang harus dipertahankan dan ditingkatkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (9/6). Kemenperin mencatat, jumlah SNI pada bidang industri hingga saat ini mencapai 5.062 SNI atau 37 persen dari total semua SNI yang ada, yaitu 13.518 SNI. Sebanyak 121 SNI di antaranya merupakan SNI wajib di bidang Industri atau 49 persen dari total 246 SNI yang diberlakukan wajib.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi menyatakan, guna mendukung implementasi SNI, diperlukan sarana dan prasarananya. Saat ini terdapat sebanyak 42 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 463 Laboratorium Uji Produk yang berfungsi sebagai Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK).
“Sampai saat ini, secara total telah dikeluarkan sebanyak 5.633 Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI),” ujar dia. Ia melanjutkan, komponen penting yang juga perlu diperhatikan dalam penerapan SNI, di antaranya pengukuran yang tepat mulai dari bahan baku, proses produksi, produk yang dihasilkan dan jaminan mutu dari produk yang dihasilkan.
“Pengukuran yang tepat adalah pengukuran yang tertelusur ke Standar Internasional (SI) melalui National Metrology Indonesia (NMI), dalam hal ini Standar Nasional Satuan Ukur (SNSU). Dengan kata lain, pengukuran yang tepat dilakukan melalui pengukuran yang tertelusur ke SNSU melalui laboratorium kalibrasi,” jelas Doddy.
Demi mendukung hal tersebut, BSKJI memiliki sebanyak 18 laboratorium kalibrasi yang berada di Balai Besar dan Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia dan telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). “Balai Besar dan Baristand Industri sebagai lini terdepan menjaga ketertelusuan pengukuran alat ukur di industri ataupun Laboratorium Pengujian Produk,” tuturnya.
Salah satu wujud peran aktif BSKJI dalam mendukung peningkatan kepastian jaminan pengukuran adalah dengan menjalin kerja sama dengan pemangku kepentingan kaibrasi nasional, yaitu Badan Standardisasi Nasional (BSN). Beberapa waktu yang lalu, Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK), salah satu satker BSKJI yang memberikan layanan kalibrasi, menandatangani nota kesepakatan kerja sama dengan Direktorat Standar Nasional Satuan Uuran (SNSU) Mekanika, Radiasi, dan Biologi BSN.
Ruang lingkup nota kesepakatan tersebut meliputi cakupan alat ukur mekanika, di antaranya adalah dukungan dalam supervisi (penyeliaan) dan pelaksanaan Uji Banding Antar Laboratorium Kalibrasi (UBLK), partisipasi sebagai penyedia nilai acuan alat ukur, menyusun protokol dalam rangka penetapan nilai acuan alat ukur, serta penyusunan laporan-laporan yang diperlukan dalam rangka penetapan nilai acuan alat ukur. “Ruang lingkup tersebut dapat dikembangkan lagi oleh kedua belah pihak, jika diperlukan,” tegas Doddy.
Sementara, Kepala BBKK Wiwik Pudjiastuti menyampaikan, kerja sama tersebut diharapkan dapat meningkatkan kompetensi BBKK sebagai penyedia jasa kalibrasi. Selain itu, pada tahun ini BBKK dan Direktorat SNSU Mekanika, Radiasi, dan Biologi BSN juga melakukan kerja sama dalam menyelenggarakan uji banding khususnya dalam lingkup gauge block.
“Kerja sama ini dimaksudkan memfasilitasi beberapa laboratorium kalibrasi yang memiliki lingkup gauge block dapat berpartisipasi dalam melakukan jaminan hasil pengukurannya,” jelasnya. Ia menyatakan, BBKK bertekad akan terus meningkatkan kualitas layanan di bidang kalibrasi dalam rangka menjamin ketelusuran pengukuran.
Pada 2020, tercatat 623 peralatan yang berasal dari industri maupun Laboratorium Kalibrasi di seluruh Indonesia dengan 105 entitas telah dikalibrasi oleh BBKK. “Kami berharap jumlah tersebut akan meningkat lagi,” ujar dia.