EKBIS.CO, JAKARTA -- Koordinator Forum Komunikasi Pegawai BPH Migas Dani Yon Darwis memenuhi undangan audiensi ke Ombudsman Republik Indonesia. Dani yang didampingi dan didampingi oleh Anggota Komite BPH Migas periode 2017 - 2021 Ahmad Rizal dan sejumlah Tenaga Ahli yang terdiri dari Judianto Hasan dan Teguh Pitoyo Anugrah Putra diterima langsung Ketua Ombudsman Mokhammad Najih, wakil ketua Bobby Hamzar Rafinus dan komisioner Jemsly Hutabarat.
Ketua Ombudsman Mokhammad Najih mengawali acara menyatakan bahwa audiensi ini sebagai responsi terhadap surat permohonan audiensi dan surat pengaduan.
Dani Yon Darwis menyampaikan perihal surat yang disampaikan bahwa ada beberapa hal dugaan maladministrasi terkait proses seleksi dan penerimaan Komite BPH Migas 2021 - 2025 yang diselenggarakan oleh Menteri ESDM dan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM selaku ketua panitia seleksi, sampai dengan hari ini menuju fit & proper test yang direncanakan akhir bulan ini, antara lain:
1. Pembatasan usia calon anggota komite yaitu harus berusia lebih dari 40 tahun dan kurang dari 60 tahun. Kriteria usia ini telah berdampak hilangnya kesempatan bagi WNI yg punya integritas dan dedikasi tinggi serta memiliki pengalaman hilir Migas
2. Dari 18 nama baru calon komite BPH Migas yang diusulkan ke Presiden, Tidak ada satupun peserta yang berasal dari BPH Migas, padahal pengalaman kerja peserta BPH Migas sudah memiliki jam terbang yang cukup banyak.
3. Tidak adanya professional yang berlatar belakang hukum dari 18 nama yg diusulkan menteri ESDM ke Presiden.
Terkait pertanyaan mengenai apa yang mendasari pengaduan ini, Teguh Pitoyo menyampaikan tiga hal yaitu yang pertama alasan moral yang bermuara pada kepentingan nasional, kedua adalah terkait transparansi dalam proses seleksi. Dari sumber yang dapat dipercaya bahwa ada 27 nama yang lulus seleksi pansel.
Namun demikian hanya 18 nama yg diajukan kepada Presiden tanpa ada satu namapun yang berasal dari BPH Migas. "Pertanyaan yang timbul adalah apakah kualifikasi, profesionalisme dan kompetensi peserta yang berasal dari BPH Migas lebih rendah daripada 18 nama yg diusulkan? Dalam hal ini transparansi daripada penilaian dan kriteria kelulusan menjadi pertanyaan besar," ungkap Teguh Pitoyo.
Disamping itu dengan tidak adanya anggota komite baru yang berasal dari BPH Migas dikhawatirkan kelangsungan program program BPH Migas kedepannya dan transfer of knowledge kepada anggota anggota komite yang baru menjadi terganggu.
Ketiga terkait masalah independensi, BPH Migas berdasarkan UU Migas no. 22 tahun 2001 semestinya adalah suatu lembaga yang independen dan mewakili 3 pilar yaitu pemerintah, badan usaha dan masyarakst luas.
Sementara sekitar 70 persen dari 18 nama yang diusulkan tersebut berasal dari badan usaha atau BUMN besar. Dikhawatirkan apabila mereka terpilih sebagai anggota anggota komite baru maka objektifitas mereka dalam management pengaturan dan pengawasan yang menjadi tupoksi BPH Migas akan bias. Sehingga kepentingan masyarakat luas dikhawatirkan akan terabaikan nantinya.