EKBIS.CO, JAKARTA -- Jauh sebelum adanya program Konversi BBM ke elpiji, Amir Fauzi, seorang nelayan di Kampung Cisumur, Gandrungmangu, Cilacap harus mengeluarkan biaya BBM antara Rp 50 ribu-Rp 60 ribu setiap harinya. Uang tersebut untuk membeli 5-6 liter BBM yang digunakan untuk melaut sejauh kurang lebih enam kilometer (km) dari bibir pantai.
Pada Juni 2021, ayah dua anak ini mendapatkan bantuan elpiji tiga kilogram (kg) bersubsidi dan mesin konverter kit. Dengan bantuan mesin ini, ia tak lagi membeli BBM, tapi membeli gas elpiji dengan harga eceran Rp 20 ribu-Rp 22 ribu per tabung. Dengan konversi ke elpiji, biaya operasional melaut pun jauh lebih hemat, hanya sepertiga dari biasanya.
“Beli satu tabung elpiji juga tidak habis sekali melaut, pas pulang ada gasnya masih ada. Jadi benar-benar irit, lebih hemat,” ujar Amir.
Menurut Amir, tak hanya hemat, dengan elpiji dan mesin bantuan yang ia terima kecepatan perahunya pun menjadi stabil. Bahkan mesinnya pun cukup bisa diandalkan ketika terjadi hujan di tengah perjalanan, sehingga ia tidak was-was melaut meskipun sedang musim hujan.
Manfaat besar yang dirasakan Amir Fauzi dan nelayan Cilacap lainnya, mendorong Pertamina untuk tetap pelaksanaan penugasan program konversi BBM ke elpiji bagi nelayan dan petani meski diterpa triple shock selama pandemi Covid-19. Upaya ini menjadi komitmen perusahaan nasional ini untuk meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan dengan menyediakan energi yang cukup dan ekonomis.
Pjs Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations Pertamina menyampaikan bahwa pada tahun 2021, Pertamina melalui Subholding Commercial & Trading akan menyiapkan 56 ribu paket Konversi elpiji kepada Nelayan dan elpiji.
“Pertamina dan seluruh anak usaha akan selalu siap menjalankan penugasan Pemerintah untuk memberikan yang terbaik untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, termasuk pada program konversi BBM ke elpiji,” ujarnya.