Senin 19 Jul 2021 23:03 WIB

Kemenkeu Kantongi Rp 7,5 Triliun dari Penjualan SBR010

Jumlah investor terbesar SBR010 berasal dari generasi milenial.

Rep: Novita Intan/ Red: Ferry kisihandi
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Dealing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Dealing Room Treasury (ilustrasi).

EKBIS.CO, JAKARTA-- Pemerintah menetapkan hasil penjualan Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR010 sebesar Rp 7,5 triliun. Ini rekor baru untuk surat berharga negara ritel yang nontradable.

Kepala Seksi Perencanaan Transaksi SUN dan Derivatif, Direktorat Surat Utang Negara, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Herman Sary Tua  mengatakan, target awal penjualan Rp 5 triliun yang hampir habis terjual pekan terakhir masa penawaran. 

Lalu, pemerintah menambah menjadi Rp 6 triliun yang habis dalam dua hari dan akhirnya kuota SBR010 yang ditawarkan menjadi Rp 7,5 triliun.“Total penjualan kita Rp 7,5 triliun dan ini jauh di atas target awal,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (19/7).

Menurutnya, jumlah investor terbesar SBR010 berasal dari generasi milenial (kelahiran 1980-2000) meski dari jumlah nominal pemesanan masih didominasi generasi baby boomers (kelahiran 1946-1964).

“Dari 23 ribu investor hampir 40 persennya investor baru. Artinya semua program yang dilakukan Kementerian Keuangan dalam menjangkau masyarakat di luar yang lebih banyak, relatively berhasil,” ucapnya.

Herman menuturkan, dari 40 persen investor baru, 1.316 investor melakukan pemesanan pada batasan minimal Rp 1 juta.“Kita happy karena Rp 1 juta ada banyak makna,’’ katanya. Pertama, sudah dapat informasi. 

Kedua, kalau mereka coba-coba, mereka coba instrumen investasi yang baik, aman, dan menguntungkan. Kementerian Keuangan juga mencatat terdapat 36 investor setia yang selalu membeli surat utang negara (SUN) ritel sebelumnya.

Berdasarkan lokasi pemesanan, penjualan SBR010 menjangkau 34 provinsi dengan pembelian terbanyak berasal dari DKI Jakarta sebanyak 35 persen. Kemudian disusul Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah.

Sedangkan berdasarkan profesi, didominasi pegawai swasta, diikuti wiraswasta dan ibu rumah tangga. Meski secara nominal pemesanan masih didominasi oleh wiraswasta.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement