EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menyetujui rencana penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue. Adapun aksi korporasi ini merupakan bagian dari pembentukan Holding BUMN ultramikro bersama dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira pasar pembiayaan segmen mikro masih terbuka lebar. Berdasarkan catatan sebanyak 91,3 juta orang Indonesia yang sebagian merupakan pengusaha mikro masih unbankable atau tidak mendapat layanan lembaga keuangan formal. “Holding BUMN ultramikro akan bergantung pada pemanfaatan dana right issue," ujarnya ketika dihubungi Republika.
Diharapkannya dana hasil right issue bisa mengalir sepenuhnya untuk pembiayaan mikro yang murah. Agenda korporasi BUMN yang terlibat dalam holding ini, yakni BRI, Pegadaian, dan PNM bisa saling menunjang.
Menurut Bhima jika seluruh hasil right issue digunakan untuk memberdayakan usaha ultramikro maka akan sangat berimbas pada penyerapan tenaga kerja. Serapan tenaga kerja dan rasio wirausaha akan meningkat. Selama masa pandemi ada 19 juta tenaga kerja yang terdampak, sebagian terpaksa menjadi pengusaha mikro agar bertahan. “Jadi support pendanaan sangat penting agar mereka bisa bertahan," katanya menegaskan.
Bhima mengatakan, ada pula manfaat scale up. Diharapkan pembiayaan ini meningkatkan kemampuan usaha pelaku mikro. Dengan begitu usaha mikro tidak terus menerus dominan dalam UMKM yang besarannya mencapai 90 persen dari total usaha. "Harapannya satu tahun mendapat pembiayaan ultramikro, kemudian menjadi usaha kecil dan seterusnya naik kelas lepas dari kategori UMKM,” ujarnya.
Bhima juga menjelaskan holding ultramikro berdampak terhadap digitalisasi pembiayaan. Hanya saja diperlukan integrasi dari sisi logistik, bahan baku sampai digitalisasi pemasaran. “Jika BRI bisa mendorong integrasi layanan dan kolaborasi dengan pemain digital lain maka bisa melengkapi ambisi mendorong scale up usaha mikro dan ultramikro,” ucapnya.
Mentri BUMN Erick Thohir memastikan, holding ultramikro (UMi) akan menjadi solusi untuk berbagai permasalahan yang dihadapi segmen usaha tersebut. Erick menjelaskan bahwa akses pendanaan yang lebih murah dan cepat akan menopang kemajuan segmen usaha itu. “Tentunya pemerintah secara keseluruhan memiliki solusi besar untuk menunjukan keberpihakan kepada sektor ultramikro," ujar Erick.
Menurut dia, ketika pemerintah berbicara tentang Indonesia maju, maka di dalamnya ada kemajuan segmen ultramikro melalui penguatan ketahanan ekonomi. "Kami sudah memetakan sinergi yang dapat dilakukan di BUMN untuk menguatkan keberpihakan kepada pengusaha ultramikro,” tambahnya.
Dengan demikian ke depan tercipta penguatan ketahanan ekonomi dan pertumbuhan yang berkualitas, sehingga akan mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pengusaha ultramikro melalui pemberdayaan, katanya.
Menteri BUMN mengakui, tanpa holding BUMN di segmen UMi saat ini, banyak kendala yang dihadapi dalam akses pembiayaan. Biaya overhead yang tinggi karena model pemberdayaan membutuhkan pendampingan dan penyuluhan intensif.
Selain itu, kurangnya sumber daya manusia membuat UMi sulit dijangkau. Adapun dari sudut pandang perseroan, tanpa holding membuat segi pendanaan berbiaya relatif tinggi karena mengandalkan pinjaman dari pasar modal. Pembiayaan pun bergantung kondisi pasar sehingga terdapat potensi kegagalan refinancing.
Menteri Erick pun menjamin holding ini akan mensinergikan kekuatan dan keahlian ketiga perseroan. Holding pun dilakukan dengan tetap mempertahankan model bisnis gadai dari Pegadaian, konsep pemberdayaan sosial dari PNM, dengan BRI sebagai pendorong pertumbuhan karena merupakan perseroan terbesar dari ketiga BUMN tersebut.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai jika melihat dari besarnya dana kelola yang akan dipegang oleh holding ini, bisa dipergunakan untuk mendorong UMKM, terutama usaha mikro dapat naik kelas pada kemudian hari.
“Naik kelasnya usaha mikro ke usaha kecil dan ke usaha menengah saya kira secara tidak langsung juga bisa mengisi gap usaha menengah yang proporsinya terhadap total usaha di Indonesia masih relatif kecil. Dengan naik ke kelas menengah ada dampak tidak langsung yang bisa diberikan ke perekonomian,” ucapnya.
Hanya saja, menurutnya, untuk menaikkan kelas usaha mikro ini juga diperlukan upaya-upaya lainnya. Holding merupakan salah satu caranya. Diperlukan juga revitalisasi pada masing-masing institusi agar dapat mengejar target ini. “Toh masing-masing institusi tersebut sudah punya market tersendiri,” ucapnya.
Menurut Yusuf, BRI merupakan lembaga bank terbesar yang juga fokus terhadap pembiayaan usaha mikro memiliki potensi perluasan pembiayaan yang lebih besar. Sedangkan Pegadaian dan PNM mempunyai kekhususan peran dan kapasitas masing-masing yang selama ini dijalaninya.
“Pegadaian, kita tahu sebenarnya hadir untuk memberikan likuiditas jangka pendek bagi masyarakat yang membutuhkan, sementara PNM melayani perusahaan yang relatif baru dan belum memiliki akses terhadap perbankan sehingga memerlukan jasa modal ventura,” ungkapnya.
Sebelumnya Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan BRI akan menerbitkan maksimal 28.677.086.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp 50, atau 23,25 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Hanya saja, pemerintah akan menyetorkan bagiannya dalam bentuk nontunai, yakni seluruh saham Seri B milik pemerintah pada Pegadaian dan PNM akan ditukar dengan saham baru BRI (inbreng).
"Sehubungan itu, RUPSLB setujui penambahan modal dengan pemberian HMETD pemerintah secara nontunai akan disetorkan seluruh saham PNM dan Pegadaian inbreng ke perseroan," ujarnya.
Menurutnya setelah transaksi maka perseroan akan memiliki 99,99 saham Pegadaian dan PNM. Pemerintah akan miliki satu lembar saham seri A dwiwarna pada perusahaan. Maka investor publik praktis yang akan menjadi sumber dana segar dari aksi rights issue tersebut. Namun, BRI belum menentukan harga pelaksanaan.
Berdasarkan proforma struktur permodalan sesudah HMETD diambil bagian oleh seluruh pemegang saham, maka setelah rights issue, porsi publik mencapai 43,18 persen (65.649.025.600 saham). Angka itu naik dari sebelum rights issue 43,25 persen (53.345.810.000).
Maka demikian, jumlah saham baru yang diserap publik yakni maksimal mencapai 12.303.215.000 saham atau 42,90 persen dari total jumlah saham baru yang diterbitkan (28.677.086.000 saham). Saat ini, jumlah saham beredar BRI sebanyak 123.345,810,000 saham, maka rasio rights issue kali ini yakni 10:43.
Setelah menjadi pemegang saham mayoritas pada Pegadaian dan PNM, BRI bersama-sama dengan Pegadaian dan PNM akan mengembangkan bisnis melalui pemberian jasa keuangan segmen ultramikro, sehingga akan berkontribusi positif terhadap kinerja keuangan perseroan.
"Penguatan struktur permodalan juga diharapkan mendukung kegiatan usaha BRI ke depan, baik induk maupun secara grup, yang pada akhirnya akan menciptakan value bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan," tulis manajemen BRI dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).