EKBIS.CO, JAKARTA -- IHS Markit mencatat, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia menurun pada Juli menjadi 40,1. Sebelumnya pada Juni berada di posisi 53,5.
Data tersebut menunjukkan kontraksi pertama pada sektor manufaktur Indonesia dalam sembilan bulan terakhir, dengan tingkat penurunan tercepat sejak Juni 2020. Hal itu dinilai akibat naiknya kasus Covid-19 sehingga diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Tanah Air.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, dampak PPKM memang dirasakan ke permintaan industri manufaktur. Sebab, konsumsi rumah tangga rendah sehingga industri menyesuaikan kapasitas produksinya dan bahan baku menumpuk di gudang.
"Kemudian penyekatan selama PPKM Darurat bulan Juli juga berpengaruh terhadap distribusi barang. Artinya ada gangguan supply chain atau keterlambatan rantai pasok," ujar Bhima kepada Republika.co.id, Senin (2/8).
Dari sisi ekspor pun, lanjutnya, selama Juli permintaan barang industri terpengaruh oleh varian delta yang membuat negara mitra dagang melakukan karantina wilayah atau lockdown kembali. Maka menurutnya, jika penerapan PPKM diperpanjang, harus ada tambahan stimulus.
"Misalnya, perbesar diskon tarif listrik untuk industri. Kemudian menambah subsidi upah bagi pekerja di industri informal yang tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan," kata dia.
Bhima menambahkan, jumlah subsidi upah yang lebih besar juga penting menjaga supaya cashflow perusahaan bisa mencukupi dan tidak melakukan PHK karyawan. Berikutnya, sambung dia, vaksinasi bagi pekerja manufaktur harus dipercepat. "Pengendalian produk impor khususnya yang masuk via marketplace pun perlu dilakukan," tegasnya.