Inisiatif EBT lainnya yang dijalankan Pertamina juga mengarah pada pengembangan Dimethyl Ether (DME) dengan kapasitas 5.200 KTPA. Pabrik pengolahan batubara menjadi LPG tersebut rencananya akan beroperasi pada 2025. Pengembangan di sektor EBT ini juga dilakukan Pertamina sepanjang tahun 2020 hingga 2026 yakni meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit dari sumber energi lain yang ada di Indonesia meliputi Solar PV 4 ~ 910 MW, Bayu ~225 MW (2024), dan Hydro ~400 MW.
“Permintaan energi Indonesia diproyeksi akan pulih pascacovid-19 di 2022 dan kemudian tumbuh sekitar 2,1 persen per tahun hingga 2040. Sebagai BUMN Energi yang diamanahkan untuk menjaga ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi nasional, Pertamina harus menyiapkan masa depan, namun juga memberikan solusi atas permasalahan saat ini,” imbuh Fajriyah.
Sebagai bentuk dukungan terhadap langkah Pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, Pertamina juga telah menerapkan Circular Carbon Economy di beberapa area dengan melakukan pola 3R; Recycle (Biomassa, Biogas), Reduce ((Solar PV, EV, LNG Bunkering) dan Reuse (CCUS untuk CO2-EOR, CO2-EGR dan pemanfaatan CO2 menjadi metanol).
“Untuk keseluruhan inisiatif strategis untuk EBT ini, Pertamina akan mengalokasikan sekitar sembilan persen dari total CAPEX pada periode 2020-2024. Nilai ini lebih tinggi dari investasi EBT perusahaan energi internasional yang rata-rata hanya sebesar 4,3 persen,” pungkas Fajriyah.