EKBIS.CO, JAKARTA— Jalan peternak unggas mandiri untuk memperjuangkan nasib cukup terjal. Deretan cara ditempuh untuk mencari keadilan dari negoisasi, menempuh jalur hukum dengan mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga melakukan aksi damai di depan istana negara untuk menyuarakan aspirasi.
Namun, aksi tersebut ternyata tidak sesuai harapan. “Aksi unjuk rasa Jumat (22/8) karena harga ayam hidup terus-menerus dibawah harga pokok [roduksi (HPP). Bulan Juli anjlok hingga Rp9000/kg. Kalau hanya ingin menyampaikan aspirasi saja tidak diperbolehkan. Saya sudah tidak tahu lagi harus mengadu ke siapa. Saya sangat kecewa. Saya ingin mengadu ke Presiden, tetapi kami malah berurusan dengan aparat penegak hukum,” kata peternak unggas mandiri, Alvino Antonio, dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (22/8).
Alvino beserta ketiga rekannya sesama peternak unggas mandiri yang tergabung dalam Paguyuban Peternak rakyat Nusantara (PPRN) berencana melakukan aksi damai di depan Istana Negara. Baru tiba 09.00 WIB, Alvino dan rekan-rekan langsung dibawa ke Polda Metro Jaya. Mereka ditahan di ruang tahanan sementara sejak pukul 09.30 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Meski akhirnya dibebaskan.
“Kami hanya ingin aksi membentangkan spanduk. Kami juga sudah taat prokes (protokol kesehatan). Tapi kami dibawa ke Polda dan ditahan hampir 12 jam. Disuruh membuat surat pernyataan ini dan itu. Mengapa harus (ditahan) begitu lama? Apakah kami anarkis?,” tuturnya.
Dia menyadari bahwa saat ini dalam kondisi PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Meski demikian, lanjut Alvino, jika menunggu PPKM yang tidak jelas kapan berakhir, nasib dari ratusan peternak unggas mandiri akan semakin sengsara.
“Saya hanya minta pemerintah lihat kami, coba rangkul kami, lindungi kami para peternak mandiri ini, Pak Presiden. Tetapi Pemerintah sepertinya diam saja. Karena sekarang atau nanti, peternak mandiri ini akan berurusan dengan hukum karena kami terlilit hutang. Kita mau aksi tidak boleh. Kita lapor ke Kementan, tidak diterima,” jelasnya.
Diakui Alvino, Kementerian Pertanian sudah begitu banyak mengeluarkan Surat Edaran (SE) Cutting Day Old Chicken (DOC) Final Stock (FS) untuk mengendalikan supply and demand. Tetapi faktanya, meski sudah melakukan pengendalian, HPP ayam hidup tetap hancur.
“Karena yang menyebabkan harga kita tinggi karena (keuntungan) sudah diambil integrator. Mereka sudah ambil untung dari harga DOC, harga pakan, dan lainnya. Kalau seperti ini terus, kami seperti dibiarkan mati perlahan,” tegasnya.
Dalam rencana aksi di depan Istana Negara tersebut, Alvino menyebutkan ada delapan tuntutan aksi yang akan disampaikan, antara lain:
- Mendesak agar Menteri Pertanian dan Dirjen PKH diganti karena tidak bisa melindungi peternak rakyat mandiri,
- Naikan harga LB minimal di HPP peternak rakyat mandiri Rp ribu/Kg,
- Surat Edaran Cutting DOC ditinjau ulang pemberlakuannya,
- Terbitkan perpres perlindungan peternak rakyat mandiri,
- Jaminan suplai DOC FS ke peternak rakyat mandiri sesuai Permentan No .32 Th 2017 Pasal 19 Ayat (1),
- Jaminan harga jual live bird diatas HPP peternak mandiri sesuai permendag No.07 Th. 2020, minimal Rp 20 ribu/Kg,
- Dilakukan penyerapan ayam hidup disaat harga farm gate dibawah HPP peternak mandiri sesuai Permendag NO. 07 Th.2020 Pasal 3 ayat (1),
- Perusahaan integrasi dilarang berbudidaya.
Sekjen Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN), Kadma Wijaya, meminta Presiden RI Joko Widodo untuk segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) perlindungan peternak mandiri.
Permintaan tersebut karena harga jual ayam hidup berada di bawah HPP. Akibatnya para peternak rakyat mandiri ini menderita beban utang yang menumpuk. Banyak peternak yang harus menjual asetnya untuk membayar hutang.
“Kalau kondisi ini tidak ditolong pemerintah, maka semua peternak mandiri akan mati hanya menyisakan pabrikan-pabrikan saja,” kata Kadma.