EKBIS.CO, JAKARTA -- Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pinjaman online atau pinjol ilegal yang meresahkan masyarakat bukanlah bagian dari sektor jasa keuangan. Pinjaman online ilegal tak ubahnya rentenir yang menawarkan pinjaman.
"Pinjol ilegal itu bukan sektor jasa keuangan. Kami bisa katakan seperti ini, ada rentenir-rentenir yang dulu melakukan pinjaman di pasar, tiba-tiba mengirimkan SMS ke kita. Ini jasa keuangan apa? Tidak ada ini jasa keuangannya," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (3/9).
Tongam menambahkan bahwa pinjaman online yang termasuk jasa Keuangan itu adalah yang terdaftar di OJK sebagai perseroan terbatas (PT) atau koperasi. Pinjaman online legal memiliki pengurus serta permodalan, memiliki perizinan, infrastruktur, dan sistem.
"Tapi yang pinjol ilegal bukan jasa keuangan," tegasnya.
Dalam paparannya, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK tersebut menjelaskan bahwa kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pinjaman dengan cepat telah dimanfaatkan oleh pelaku pinjol ilegal. Pinjol-pinjol ilegal ini menawarkan pinjaman dengan menetapkan suku bunga yang tinggi, fee besar, denda tidak terbatas, dan melakukan teror atau intimidasi.
Satgas Waspada Investasi OJK mengungkapkan pinjol ilegal selalu mengingkari kesepakatan dengan para korbannya seperti pinjam Rp 1 juta yang ditransfer cuma Rp 600 ribu. Kemudian, bunga pinjaman yang dulu disepakati 0,5 persen tiba-tiba menjadi 3 persen. Lalu jangka waktu pinjaman yang disepakati dulu 10 hari namun secara sepihak diputuskan jadi 6-7 hari.
"Ini yang aneh, itu penipuan dan pemerasan. Jadi pinjol ilegal bukan merupakan jasa keuangan, tapi kejahatan. Hal paling mengerikan dari pinjol ilegal adalah mereka selalu meminta dan memperdaya masyarakat penerima pinjaman untuk mengizinkan pinjol ilegal akses ke semua data-data pribadi dan nomor kontak di HP. Malapetakanya di sini," kata Tongam.
Oleh karena itu, lanjut dia, masyarakat harus hati-hati, jangan sekali memberikan izin tersebut. Pasalnya, akses ke data pribadi dan nomor kontak di HP tersebut digunakan pinjol-pinjol ilegal untuk melakukan intimidasi dan teror kepada masyarakat penerima pinjaman.
"Kami melihat permasalahan pinjol ilegal ini adalah masalah di hilir sebenarnya, sedangkan masalah di hulunya ada dua yakni pertama tingkat literasi dan edukasi keuangan masyarakat yang masih kurang. Masalah kedua adalah masalah kebutuhan dan kesulitan keuangan masyarakat. Dengan demikian masalah terkait di bagian hulu tersebut yang perlu diselesaikan," ujar Tongam.
Menurut dia, maraknya pinjol ilegal ini karena dua hal. Pertama dari sisi pelaku yakni pinjol ilegal, sedangkan yang kedua dari sisi masyarakat. Jadi, lanjut dia, tidak fair kalau hanya melihat dari sisi pinjol-nya saja, karena juga harus secara seimbang melihat dari sisi permintaan juga.