EKBIS.CO, JAKARTA - Bukti ilmiah yang menunjukan produk-produk tembakau alternatif memiliki risiko lebih rendah dibandingkan rokok konvensional membuat pakar-pakar kebijakan global mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk memberikan insentif.
Selain untuk mendorong penurunan prevalansi merokok, insentif diperlukan industri produk tembakau alternatif untuk mendongkrak inovasi supaya menghadirkan berbagai jenis produk lebih rendah risiko yang dapat memenuhi kebutuhan perokok dewasa. Di Indonesia, produk tersebut dikategorikan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang mencakup vape, produk tembakau yang dipanaskan, snus, dan berbagai jenis lainnya.
Chief Executive Officer (CEO) Center for Market Education, Carmelo Ferlito dalam Webinar The New Wave of Innovation Policies in ASIA, Selasa (14/9/21), menjelaskan, inovasi bakal menopang pertumbuhan, pasar, dan ekonomi. Sementara untuk mendorong adanya inovasi diperlukan kerangka kebijakan publik yang kondusif, termasuk bagaimana caranya untuk mendorong para pelaku industri terus melakukan inovasi.
“Kebijakan publik perlu fokus untuk memberi ruang agar tercipta lebih banyak eksperimen, dan inovasi. Serta menghilangkan berbagai hambatan yang menghalagi proses pembuatan atau pengembangan produk tersebut. Oleh karenanya perlu insentif untuk mendorong itu semua,” ujar dia.
Sayangnya Carmelo menilai kebijakan publik yang mendorong inovasi belum banyak dilakukan oleh banyak negara, terutama di Asia. Apalagi terkait produk-produk tembakau alternatif. Padahal produk-produk tembakau alternatif disebut Carmelo telah terbukti secara ilmiah menjadi penengah antara aspek kesehatan dan konsumsi nikotin bagi perokok dewasa.
Baca juga : Pakar: Jangan-Jangan Kisruh TWK KPK Bukan Soal Hukum
Negara-negara di Asia disebut Carmelo perlu untuk mencontoh kebijakan di negara lain yang telah berhasil mendukung inovasi-inovasi tembakau alternatif yang lebih rendah risiko sekaligus berhasil menekan prevalensi merokok. Salah satu kebijakannya terkait dengan memberikan insentif. Adanya insentif tersebut bukan hanya akan mendorong gelombang inovasi namun juga akan menjadikan produk inovasi tersebut terjangkau perokok dewasa.
“Insentif-insentif berperan agar produk-produk inovasi ini bisa menjangkau pasar dan konsumen. Sayangnya, kerangka kebijakan di Asia, masih mengacu pada konsumsi tembakau dan nikotin, masih sangat terfragmentasi,” katanya.
Hal senada diungkapkan Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis UGM Artiatun Adji. Dalam seminar tersebut ia menekankan insentif untuk produk inovasi seperti produk tembakau alternatif. Hal itu dikarenakan produk itu memiliki aspek pengurangan risiko yang dapat mendorong inovasi yang berkelanjutan.
“Perlu ada diferensiasi tarif untuk produk yang mendukung pertumbuhan secara berkelanjutan dan berinovasi untuk mengurangi risiko. Seperti kantung plastik konvensional dan yang mudah terurai, atau kendaraan listrik dengan kendaraan bensin, termasuk produk tembakau alternatif dengan rokok konvensional,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam webinar tersebut.
Menurut Artiatun, insentif dapat diberikan dengan diferensiasi tarif. Produk-produk yang mendukung Sustainable Development Goals (SDG's) atau erat dengan inovasi terhadap pengurangan risiko, perlu mendapatkan keringanan pajak dibandingkan produk-produk konvensional.
Artiatun juga menitikberatkan rezim pajak dapat ditentukan sesuai dengan tujuan pengenaan pungutan pada produk-produk tembakau alternatif. Dikaitkan dengan pengendalian tembakau, Ia menilai skema cukai spesifik paling tepat untuk dikenakan, karena dapat mengurangi harga terendah dengan harga tertinggi produk.
Baca juga : Satgas Sita Puluhan Barang Bukti Teroris Ali Kalora