EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali merilis daftar penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending yang baru mendapat izin sampai dengan 2 September 2021. OJK mengumumkan terdapat penambahan tujuh penyelenggara fintech lending berizin sehingga jumlah penyelenggara fintech lending berizin menjadi 84 penyelenggara.
Penambahan tujuh penyelenggara fintech lending berizin, salah satu di antaranya Qazwa (PT Qazwa Mitra Hasanah) telah resmi mendapat tanda berizin sebagai perusahaan fintech lending syariah.
CEO & Founder Qazwa, Dikry Paren mengatakan, Qazwa terdaftar di OJK sejak 2019 dan menjadi salah satu perintis awal pengembangan model bisnis P2P syariah. Pemberian izin ini menjadi milestone penting bagi Qazwa dalam memperkuat ekosistem fintech syariah di Indonesia.
Dikry yang alumni FEB Universitas Indonesia ini menjelaskan, untuk dapat memperoleh tanda berizin di OJK harus melalui berbagai persyaratan yang ketat, di antaranya adalah sertifikasi keamanan IT ISO 27001, terintegrasinya sistem Qazwa dengan ekosistem pendukung fintech lending, melakukan edukasi dan inklusi keuangan secara tersebar di Indonesia, sampai rekomendasi dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Ia menegaskan, walaupun dalam perjalanannya sempat mendapat hambatan dikarenakan adanya pandemi Covid-19, Qazwa dapat bangkit dan menjadi satu dari lima fintech lending syariah yang mendapatkan status berizin. “Sekarang ini terdapat 114 fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (28/9).
Dalam menjalankan bisnisnya, jelas Dikry, Qazwa berkomitmen menerapkan nilai-nilai syariah, yaitu keadilan dan transparansi. Qazwa, tambah dia, juga memberikan keleluasaan pada pemberi pembiayaan untuk memilih UMKM yang sesuai dengan selera masing-masing melalui publikasi UMKM sebagai calon penerima pembiayaan.
Sementara itu, Iqbal Ramadhan yang mewakili induk perusahaan Qazwa mengemukakan, bank berbasis syariah baru mencapai 6,5 persen pangsa pasar perbankan. Namun dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan pengguna fintech syariah tumbuh pesat sejalan tumbuhnya kesadaran terhadap nilai-nilai ekonomi syariah pada kelas menengah Muslim di Indonesia.
“Prinsip nilai ekonomi syariah yang universal disertai kemudahan penggunaan aplikasi digital mendapat sambutan yang sangat menggembirakan di kalangan kelas menengah Muslim " sambung Iqbal yang mendalami bidang keuangan di University of Queensland Australia dan Manchester University Inggris.
Selanjutnya Iqbal yang sebelumnya bekerja di konsultan Deloitte ini menjelaskan, Indonesia akan menjadi salah satu pusat ekonomi syariah di dunia. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah kelas menengah Muslim terbesar di dunia.
Kelas menengah Islam ini sangat demanding terhadap tech-savvy, sangat mengandalkan teknologi digital dalam kehidupan sehari hari. ”Qazwa menjawab tantangan ini dengan menghadirkan fintech syariah sebagai bagian dari ekosistem fintech syariah yang lebih luas seperti bank digital, e-payment, e-investment, insur-tech , e-commerce dan lainnya yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah,” jelas Iqbal.
Iqbal mengemukakan, hingga saat ini, Qazwa telah berperan dalam mengembangkan ekonomi melalui pembiayaan UKM yang membutuhkan bantuan permodalan. Beberapa di antaranya pembiayaan dalam sektor agribisnis, properti, perdagangan pendukung ekspor dan lainnya.
“Ke depan Qazwa akan meningkatkan kapasitas pembiayaannya dengan bekerjasama dengan berbagai institusi keuangan baik dalam maupun luar negeri,” ujar Iqbal.