Jumat 01 Oct 2021 09:57 WIB

Penggunaan Bitcoin di El Salvador Tersandung Gagap Teknologi

El Salvador ialah negara pertama di dunia yang jadikan bitcoin alat pembayaran sah.

Red: Reiny Dwinanda
Seorang pria berpose di depan anjungan tunai Chivo, aplikasi dompet digital yang disediakan pemerintah El Savador untuk bertransaksi dengan bitcoin.
Foto:

Di sisi lain, para ahli mengungkapkan kekhawatiran terhadap privasi data dan volatilitas harga bitcoin. Mereka juga memperingatkan bahwa orang-orang yang tidak memiliki akses ke teknologi dan koneksi internet, seperti lansia dan warga pedesaan, bisa terpinggirkan oleh kebijakan itu. Menurut Bank Dunia, sekitar separuh penduduk El Salvador seperti Garcia tidak memiliki akses internet.

"Bitcoin bukanlah teknologi yang mudah diadopsi... terutama bagi orang tua yang ingin mendapat kiriman uang," kata Jean-Paul Lam, profesor di University of Waterloo, Kanada.

Pengiriman uang dari luar negeri, terutama Amerika Serikat, menyumbang lebih dari 25 persen produk domestik bruto (PDB) El Savador pada 2020, menurut Bank Dunia. Kebijakan kontroversial itu mengharuskan pelaku bisnis menerima pembayaran dalam bitcoin bersama dolar AS, mata uang resmi El Salvador sejak 2001.

Di pesisir Pasifik, turis dan sejumlah restoran dan hotel telah menggunakan uang digital itu selama tiga tahun. Toko-toko di El Zonte, yang dikenal sebagai Pantai Bitcoin, memasang pengumuman bertuliskan "Kami menerima bitcoin".

Di tempat lain, antrean panjang terlihat di luar anjungan tunai (cashpoint) bitcoin yang dipasang pemerintah. Di situ, orang dapat menukar bitcoin mereka dengan dolar.

Beberapa dari mereka mungkin hanya menunggu giliran untuk mencairkan bonus bitcoin 30 dolar (Rp4 29 ribu) dari Chivo bagi para pendaftar. Israel Marquez (53) mengaku menerima 100 dolar dari saudara laki-lakinya dan seorang teman yang tinggal di AS beberapa kali dalam setahun, namun dia enggan menggunakan bitcoin.

"Beberapa orang bilang mereka hanya mengunduh Chivo untuk mendapatkan 30 dolar lalu menonaktifkan aplikasi itu. Tapi saya bahkan tidak mau melakukannya," kata Marquez yang tinggal di Morazan, provinsi yang sebagian besar penduduknya bertani.

sumber : Antara, Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement