Ketika para investor besar mengangkat harga bitcoin ke rekor tertinggi tahun ini, uang kripto itu semakin banyak dipakai oleh mereka yang tak punya akses ke bank formal, berada di zona konflik, atau tinggal di negara dengan pemerintahan yang rapuh.
"Di negara-negara gagal atau bermasalah, (uang kripto) itu memberi jalan bagi masyarakat untuk menafkahi keluarga," kata Keith Carter, lektor kepala di Universitas Nasional Singapura (NUS).
Dia mencontohkan Venezuela, negara yang masyarakatnya membeli barang pokok dengan dogecoin setelah nilai mata uang lokal terjun bebas."Uang kripto, jika memungkinkan, akan muncul di wilayah dengan infrastruktur digital terbatas, dan mendorong pembangunan infrastruktur dengan tuntutan yang semakin tinggi terhadap layanan digital," kata dia.
Pilihan Bagus
Uang-uang kripto tengah bergeser dari sistem pinggiran ke sistem utama keuangan setelah para investor besar -dan bahkan negara-negara- mulai memakainya sebagai aset dan alat pembayaran rutin. Namun di negara seperti Afghanistan, negara yang mayoritas penduduknya tak memiliki rekening bank serta bank-bank tutup, penganut kripto mulai bangkit.
Seperti Farhan Hotak, 22 tahun, yang membantu keluarganya mengungsi dari provinsi di selatan, Zabul, ke Pakistan. Dia kembali ke Afghanistan untuk melihat rumahnya dan membagikan video tentang situasi saat itu kepada 20 ribu lebih pengikutnya di Instagram.
Hotak mengaku memakai kripto sejak 2019, ketika dia mulai mendengar tentang keuntungan besar yang bisa didapat dari bitcoin. Saat kotanya dikunci akibat wabah COVID-19 tahun lalu, dia menghabiskan sebagian besar waktunya di internet dan mulai berinvestasi.