Jumat 05 Nov 2021 19:25 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III 2021 Jadi Momentum Pemulihan

Penerapan PPKM ketat juga berdampak pada tertahannya pertumbuhan konsumsi masyarakat,

Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Foto:

Sesuai ekspektasi

Selain itu, belanja perlindungan sosial juga diperluas dan diperpanjang untuk menjangkau masyarakat yang paling rentan terdampak agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Faktor tersebut mendukung kinerja konsumsi Pemerintah tetap tumbuh positif 0,66 persen (yoy). Pertumbuhan positif konsumsi Pemerintah ini cukup signifikan dibandingkan dengan nilai konsumsi Pemerintah yang sangat tinggi di kuartal III 2020.

Penerapan PPKM ketat juga berdampak pada tertahannya pertumbuhan konsumsi masyarakat serta aktivitas investasi, khususnya dari sektor swasta. Konsumsi rumah tangga tumbuh 1,03 persen (yoy), melambat dibandingkan kuartal II yang mencapai 5,96 persne (yoy). Hal ini sejalan dengan pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung berada dalam zona pesimis (indeks di bawah 100) pada Juli (80,2), Agustus (77,3), dan September (95,5).

Sementara, Indeks Penjualan Ritel (IPR) juga berada dalam zona kontraksi pertumbuhan di sepanjang triwulan III. Di sisi lain, aktivitas investasi relatif mampu bertahan dengan tumbuh sebesar 3,74 persen (yoy). 

"Meskipun turut terdampak oleh ketidakpastian, aktivitas investasi masih bisa tumbuh kuat, termasuk investasi bangunan yang ditopang oleh ekspansi belanja modal Pemerintah untuk keberlanjutan proyek-proyek infrastruktur strategis”, lanjut Febrio. 

Selain itu, importasi barang modal cukup tinggi terutama pada komponen mesin dan kendaraan terutama untuk mendukung aktivitas ekspor.

Di tengah tertahannya permintaan domestik, perdagangan internasional lanjut bertumbuh tinggi. Kinerja ekspor mampu berkontribusi signifikan terhadap keseluruhan ekonomi periode ini dengan terus tumbuh positif sebesar 29,16 persen (yoy). Momentum pemulihan permintaan ekonomi global yang diikuti dengan kenaikan harga komoditas menjadi faktor utama yang mendorong kinerja ekspor tetap tangguh di tengah dinamika penyebaran Varian Delta dan penerapan PPKM di dalam negeri. 

Dari sisi lain, kinerja impor juga tumbuh tinggi mencapai 30,11 perene (yoy). Penguatan aktivitas impor juga tercermin dari indikator penerimaan bea masuk yang hingga 30 September 2021 tumbuh 13,7 persen (yoy). Dengan impor yang didominasi oleh barang modal dan bahan input, impor yang tumbuh kuat mengindikasikan aktivitas produksi pada periode berikutnya akan kuat juga.

Dari sisi produksi, sejalan dengan tingginya aktivitas ekspor, sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan, produksi mampu tumbuh cukup kuat masing-masing sebesar 3,68 persen, 5,16 persen, dan 7,78 persen( yoy). Sementara itu, seiring dengan keberlanjutan proyek-proyek strategis nasional, sektor konstruksi tumbuh 3,84 persen yoy. 

Geliat sektor strategis ini juga memberikan implikasi positif pada penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Sektor industri pengolahan menjadi sektor dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar atau 1,22 juta pekerja hingga Agustus 2021. Sementara sektor perdagangan mampu menyerap 1,04 juta tenaga kerja pada periode yang sama. Namun demikian, terdapat beberapa sektor yang terdampak langsung oleh eskalasi kasus Varian Delta COVID-19, khususnya sektor yang menunjang aktivitas pariwisata seperti pertumbuhan Transportasi dan Pergudangan serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum yang sedikit terkontraksi, masing-masing tumbuh sebesar -0,72 persen dan -0,13 persen (yoy).

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan motor utama pertumbuhan datang dari kinerja ekspor yang cukup positif dengan catatan surplus perdagangan yang tinggi pada September 2021 sebesar 4.37 miliar dolar AS. Permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Cina, Jepang dan AS jadi kunci momentum ekspor. 

"Harga komoditas juga melanjutkan booming dan ini angin segar bagi ekspor dalam jangka pendek setidaknya sampai akhir tahun 2021," kata Bhima kepada Republika.co.id, Jumat (5/11).

Di sisi lain, Bhima mengatakan, masalah muncul dari realisasi belanja pemerintah yang masih belum memuaskan. Menurutnya, realisasi belanja pemerintah relatif lambat di beberapa pos seperti serapan anggaran kesehatan dan program perlindungan sosial. 

Bhima menilai, pemerintah terkesan sengaja menahan pencairan anggaran khususnya stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Bhima memperkirakan serapan program PEN tidak akan terserap sepenuhnya. "Mungkin hanya bisa 80 persen saja sama dengan serapan tahun sebelumnya," tutur Bhima.

Dari sisi lapangan usaha, sektor pendidikan, kesehatan dan informasi telekomunikasi masih menjadi leading sector sepanjang kuartal ke III 2021. Sektor jasa infokom dan pendidikan sekaligus terdorong penggunaan internet yang tinggi karena pembelajaran sebagian besar dilakukan secara daring dan perusahaan juga memberlakukan Work From Home (WFH). 

Bhima memperkirakan, pada kuartal IV 2021, pertumbuhan ekonomi akan bergerak di level 4 persen yoy. Bhima berharap momentum libur panjang natal dan tahun baru bisa dimanfaatkan untuk mendorong belanja. 

"Tapi ini semua bergantung dari kebijakan pemerintah juga. Saat masyarakat mau melakukan perjalanan ada kebijakan wajib antigen, itu berpengaruh sekali ke pemulihan sektor transportasi dan pariwisata," tutur Bhima.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement