EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mencatat realisasi belanja subsidi energi periode Januari hingga Oktober 2021 sebesar Rp 97,6 triliun. Adapun realisasi ini naik 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 81,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kenaikan ini disebabkan oleh permintaan harga minyak dunia yang meningkat dan didorong potongan harga listrik rumah tangga dan UMKM sebesar Rp 7,5 triliun.
"Subsidi ini naik karena peningkatan harga minyak dunia dan realisasi diskon listrik rumah tangga dan UMKM sebesar Rp 7,5 triliun," ujarnya berdasarkan data APBN KITA Edisi November 2021 dikutip Jumat (26/11).
Sri Mulyani memerinci realisasi subsidi energi periode Januari sampai September 2021 diberikan kepada 11,67 juta kiloliter bahan bakar minyak (BBM) solar dan minyak tanah, sebanyak 5.547,8 juta kilogram LPG tabung, sebanyak 37,97 juta pelanggan listrik, dan sebanyak 46,84 Twh konsumsi listrik.
Selanjutnya realisasi subsidi nonenergi juga meningkat 6,8 persen dari Rp 43,9 triliun pada Oktober 2020 menjadi Rp 46,9 triliun pada Oktober 2021.
"Subsidi nonenergi tinggi karena kami ingin mencapai lebih dari Rp 240 triliun, semakin tinggi kreditnya maka subsidi bunganya akan semakin tinggi," ucapnya.
Kemudian realisasi subsidi non energi tercatat lebih tinggi, didukung oleh percepatan pelaksanaan terutama program pemulihan ekonomi nasional (PEN), yakni subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) dan subsidi upah. Selanjutnya realisasi penyaluran subsidi nonenergi periode Januari sampai Oktober 2021 diberikan dalam bentuk subsidi bunga KUR kepada 6,3 juta debitur, penyaluran kredit KUR senilai Rp 37,2 triliun, dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) kepada 104,2 ribu unit rumah.
"Subsidi rumah diharapkan bisa untuk membantu masyarakat berpendapat rendah dan mendorong pemulihan ekonomi nasional," ucapnya.