EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia Ajib Hamdani mengungkapkan tantangan dalam upaya pengumpulan pajak yakni adanya integrasi data dan penguatan lembaga otoritas. Hal ini menyusul pencapaian penerimaan pajak sebesar Rp 1.231,87 triliun per 26 Desember 2021.
Adapun pencapaian ini melampaui 100,19 persen dari target awal sebesar Rp 1.229,6 triliun. Bahkan pencapaian ini merupakan hal bersejarah karena merunut data terakhir over target ini tercapai 13 tahun yang lalu, pajak sebesar 106,8 persen pada 2008.
“Satu-satunya yang menjadi tantangan dalam upaya pengumpulan pajak tentang integrasi data dan penguatan lembaga otoritas. Dengan asas perpajakan yang dianut di Indonesia dengan self assessment, maka kunci pencapaian penerimaan yakni efektivitas edukasi dan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/12).
Menurutnya dalam melakukan pengawasan wajib pajak melakukan penghitungan pajaknya sendiri, menyetor, melaporkan ke kantor pajak. Adapun fungsi dari kantor pajak adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan kewajiban para wajib pajak tersebut.
“Integrasi data yang valid bisa menjadi instrumen yang sangat efektif untuk melakukan pengawasan ini,” ucapnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, dengan struktur 34 kantor wilayah, empat KPP wajib pajak besar, sembilan KPP Khusus, 38 KPP Madya, 301 KPP Pratama, dan 204 KP2KP merupakan struktur organisasi yang sangat kuat.
“Selanjutnya bagaimana struktur yang ada ini, dibekali dengan penguatan membuat regulasi dan eksekusi di lapangan,” ucapnya.
Ke depan Ajib mengakui pada 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan, tetapi ketika pemerintah konsisten dengan komitmen membangun integrasi data yang valid dan penguatan kelembagaan atas Ditjen Pajak, maka sejarah kesuksesan pencapaian 2021 ini akan kembali berlanjut 2022.
“Dan menjadi momentum strategis ekonomi bisa bangkit pasca pandemi,” ucapnya.
Maka itu, menurutnya UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dimana dalam UU HPP diberikan ruang intensifikasi dan ekstensifikasi dengan penambahan objek dan peningkatan tarif, seperti halnya dalam ketentuan baru atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menjadi program tambahan yang bisa mendorong penerimaan lebih optimal pada 2022.
“Karena program PPS menjadi program yang ditunggu para wajib pajak untuk bisa mengungkapkan harta-harta yang sebelumnya tidak tercatat SPT Pajaknya, dengan tarif yang lebih murah. Instrumen UU HPP menjadi daya dukung positif terhadap effort otoritas kembali bisa mengulang kesuksesan tahun ini dan 2022 nanti,” ucapnya.