EKBIS.CO, JAKARTA-- Center of Reform on Economics (CORE) menilai pemerintah perlu kembali mendorong pemberian insentif pajak berupa pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) terhadap industri otomotif. Hal ini mengingat salah satu sektor penyumbang terbesar perekonomian berasal dari industri manufaktur kisaran 20 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Ekonom CORE Yusuf Rendy mengatakan perkembangan dari sektor manufaktur tentu ikut menggerakan perekonomian. Jika dilihat dari sub-sektor industri otomotif, merupakan sub-sektor industri terbesar kedua yang menyumbang terhadap keseluruhan industri manufaktur, sehingga jika kinerja dari industri otomotif mengalami peningkatan maka akan ikut mendorong peningkatan dari industri manufaktur.
“Ini akan menghilangkan potensi penerimaan negara dari PPnBM, namun demikian jika industri otomotif bergeliat ini kemudian bisa mendorong penerimaan negara dari pos pajak yang lain terutama PPN dan juga PPh perusahaan sektor otomotif,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (6/1/2022).
Menurutnya insentif PPnBM juga untuk mendorong sektor konsumsi, sekaligus menstimulasi sisi hulu yakni industri otomotif. Jika mengacu pada tahun lalu, pada kuartal II, industri otomotif bisa tumbuh sebesar 45 persen (YoY) saat yang bersamaan pertumbuhan ekonomi juga meningkat kisaran tujuh persen.
“Pola yang sama juga kita temui kuartal III 2021, pertumbuhan industri otomotif juga menjadi salah satu faktor pendorong dari pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.
Sementara itu, Director Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menambahkan pemberian insentif PPnBM diberikan pemakaian mobil ramah lingkungan. Hal ini mengingat pemain mobil listrik di Indonesia memberikan harga yang relatif terjangkau bagi masyarakat.
“PPnBM untuk mengubah pola konsumsi masyarakat untuk memakai transportasi publik dan transisi ramah lingkungan, jika pemerintah ingin konsisten,” ucapnya.
Bhima menggambarkan insentif PPnBM memberikan kontradiksi karena tidak mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik. Padahal harapan pemerintah PPnBM khusus di kota besar atau Jabodetabek.
“Jadi agak aneh ketika mobil tetap nol persen. Lalu kontradiksi juga pemerintah mendorong upaya penggunaan mobil listrik. Jadi alasan ramah lingkungan hidup kena PPnBM yang bahan bakarnya fosil, sehingga orang bergerak untuk memakai mobil listrik yang ramah lingkungan. Tanpa diberikan PPnBM fosil di bawah Rp 250 juta minatnya tertunda karena pandemi turun tapi pasca pandemi, mobilitas meningkat maka kebutuhan transportasi meningkat, maka penjualannya lebih baik,” ungkapnya.
Hingga saat ini Kementerian Keuangan sedang mengkaji usulan harga penjualan kendaraan roda empat di bawah Rp 250 juta tidak dikenai PPnBM. Hal ini mengingat implementasi stimulus tersebut mampu menghasilkan peningkatan penjualan kendaraan roda empat.
“Seperti yang diberitahukan Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani), bahwa usulan tersebut sedang tahapan kajian,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo kepada Republika.co.id, Kamis (6/1/2022).
Pada Maret sampai November 2021, penjualan mobil yang menjadi peserta program stimulus PPnBM DTP sebanyak 428.947 unit atau meningkat 126,6 persen dari periode sama tahun sebelumnya sebanyak 189.364 unit.