EKBIS.CO, JAKARTA -- Fintech syariah yang bergerak di sektor properti, Dana Syariah mengembangkan sistem penilaian pembiayaan atau credit scoring untuk kelompok non fixed income. CEO dan Founder Dana Syariah, Taufiq Aljufri menyampaikan hal ini dilakukan dengan berkolaborasi.
"Kami berkolaborasi dengan perusahaan di bidang IT yang menyediakan layanan credit scoring yang bisa menunjang kecepatan proses dan keakuratan analisa," katanya pada Republika, Senin (10/1/2022).
Sistem analisa digunakan untuk memitigasi risiko yang berkaitan dengan analisa likuiditas agunan yang akan dijadikan kolateral atas pembiayaan yang disalurkan oleh Danasyariah. Ada juga inovasi dari sistem analisa kelayakan prospektabilitas proyek properti.
Sehingga analis Danasyariah bisa dengan cepat dan akurat menilai kelayakan proyek properti untuk mendapatkan pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhannya. Dari sisi pemilik dana yang bisa berpartisipasi mendanai proyek pembiayaan yang ditawarkan melalui Danasyariah juga ada tambahan fitur pengamanan.
Fitur pengamanan yakni dengan melibatkan sisi Jaminan Asuransi Syariah atas risiko gagal bayar dari penerima dana. Nantinya setiap Penggalangan pendanaan, akan dikelompokkan menjadi tiga level risiko berdasarkan tingkat penjaminan dari asuransi syariah.
Grade A adalah proyek yang diliputi oleh Penjaminan Asuransi syariah hingga 90 persen dan ada Agunan fixed asset. Kemudian Grade B ada Penjaminan Asuransi Syariah hingga 70 persen dan ada Agunan fixed asset.
Kemudian Grade C, tanpa asuransi penjaminan namun tetap ada agunan fixed asset. Penggolongan Grade resiko seperti itu akan memberikan pilihan yang rasional kepada pemilik dana sesuai dengan karakter profil selera risiko masing-masing.
"Namun pada dasarnya semua proyek yg di galang pembiayaannya melalui Danasyariah, sudah melewati berbagai analisa mitigasi risiko yang berlapis," katanya.
Sebagai gambaran, Penggalangan dana yang saat ini berlangsung adalah Grade C, tanpa Penjaminan dari Asuransi Syariah, tapi ada agunan Fixed asset. Tingkat keberhasilan pengembalian dananya (TKB)nya tetap di atas 99 persen.
Taufiq menyampaikan pengembangan dan inovasi teknologi ini akan membantu strategi pengembangan di tahun ini. Menurutnya, masih banyak yang perlu diantisipasi dari ketidakpastian pandemi, seperti pengaruh kondisi ekonomi makro akibat dari kebijakan tapering di USA dan belum ada jaminan tuntasnya pandemi Covid di seluruh dunia.
Antisipasi yang perlu dilakukan adalah pelemahan daya beli masyarakat secara umum karena lemahnya pasar sektor riil. Serta potensi kenaikan BI Rate dan disusul dengan kenaikan margin imbal hasil dari bank secara umum.
Artinya, pemilik dana jumlahnya makin sedikit dan makin tertarik untuk membeli produk dari bank yang memberikan return lebih tinggi dari biasanya. Produk bank juga tentu saja lebih aman dikaitkan dengan adanya penjaminan LPS untuk beberapa produk Bank.
"Namun pelaku usaha harus tetap optimistis, tidak perlu takut dan kuatir karena kunci dari daya saing usaha apapun termasuk fintech adalah inovasi," katanya.
Inovasi akan menjadi solusi bagi permasalahan masyarakat. Makin tinggi daya solusi fintech terhadap permasalahan masyarakat, maka layanan fintech akan semakin dibutuhkan.