EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Klaster Flat Product Melati Sarnit mengungkapkan, mengacu kepada data Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia/Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), investasi di sektor baja pada tahun 2021 tercatat 12 miliar dollar Amerika Serikat (AS) dan diperkirakan naik menjadi 15,2 miliar dollar AS atau 215 triliun tahun ini.
"Nilai investasinya naik," kata dia dalam acara Virtual yang diadakan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Kamis (3/2/2022).
Ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu Surya Vandiantara menilai, data positif investasi sektor baja ini menunjukan sebuah keberhasilan kebijakan pengendalian impor dengan subtitusi impor terukur yang dilakukan oleh pemerintah.
Surya mengatakan, kinerja investasi di sektor logam dan baja sangat menjanjikan meski masih dalam suasana pandemi Covid-19 yang masuk Indonesia sejak tahun 2020 hingga saat ini.
Menurut Surya, dorongan investasi sektor baja didorong oleh demand baja nasional dan ekspor yang terus meningkat terutama di sektor baja hilir. Ia mengatakan, dari data investasi di sektor logam dan baja tumbuh terus tiap tahunnya yang mana tahun 2020 sebesar 94,85 triliun dan 2021 mencapai di atas 114 triliun. Hal ini, kata dia, memberikan konsekuensi pemenuhan bahan baku, namun yang dipasok dari industri hulu baja terutama baja carbon dari dalam negeri jauh dari harapan.
Ia menilai, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasiona pasokan bahan baku baja harus tetap terjaga.
"Untuk menjaga iklim investasi bahan baku ini harus dipenuhi dengan impor, pertumbuhan investasi di sektor baja," klaim dia.
Sebelumnya, pemerhati perumahan alumni Fakultas Teknik UI, Cindar Hari Prabowo menyampaikan data BPS tentang data Baja impor tanpa pengendalian pemerintah (tanpa lartas) seperti slab, bilet dan iron ore mengalami peningkatan dari tahun 2019 sebesar 4,7 juta ton menjadi 5,22 juta ton di tahun 2021. Cindar mengartikan investasi yang ada di sektor hulu baja karbon saat ini bahan bakunya juga dipenuhi dari impor bukan mengolah dari dalam negeri karena hambatan teknis dan ekonomis.
Pemerhati UI ini bahwa baja yang dilakukan pengendalian pemerintah (dengan lartas) pada tahun 2019 sebesar 7,89 juta ton berhasil dikendalikan sebesar 6,35 juta ton atau turun 19 persen meskipun industri baja dikatagorikan import processing industry.