EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia telah melaksanakan pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral sebagai Presidensi G20 Indonesia. Sepanjang pertemuan tersebut ada enam agenda yang dibahas antara lain perekonomian dan kesehatan global, arsitektur keuangan internasional, isu sektor keuangan, keuangan berkelanjutan, infrastruktur, dan perpajakan internasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbagai isu tersebut menjadi hal penting sesuai dengan prioritas Presidensi Indonesia. “Seperti kita ketahui finance track ini kami bahas enam hal yang sangat penting, sangat relevan bagi Indonesia dan dunia,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Jumat (18/2/2022).
Agenda pertama, pertemuan membahas mengenai laporan dari Joint Finance-Health Task Force yang dibuat antara menteri keuangan dan menteri kesehatan dalam rangka menangani pandemi dan menciptakan pandemic prevention, preparedness and response (pandemic PPR).
“Dibahas juga mengenai isu pandemi dan bagaimana dunia bisa menyiapkan diri, sebab kita semua tahu semua dunia terpengaruh karena pandemi, dan pengaruh luar biasa sisi ekonomi dampak sangat berat, banyak ekonomi mengalami kontraksi bahkan belum pulih,” ucapnya.
Menurutnya pertemuan FMCBG pertama ini juga membahas mengenai masalah sektor keuangan dan keuangan berkelanjutan. Hal yang mengemuka yakni peran sektor keuangan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim untuk menciptakan tindakan yang kredibel.
"Kemudian juga mengenai infrastruktur, karena pandemi mempengaruhi kecepatan dan kondisi pembangunan infrastruktur di berbagai negara. Bagaimana di antara negara G20 dan dunia bisa membangun infrastruktur berkelanjutan dengan kualitas yang baik dan dengan partisipasi private sektor," ucapnya.
Sesi lain yang tak kalah penting, lanjut Sri Mulyani, yaitu pembahasan mengenai pajak internasional, termasuk pemajakan sektor digital. Selanjutnya, ada pembahasan mengenai kebijakan keringanan utang bagi negara miskin dan berkembang yang mengalami masalah dalam menyelesaikan utangnya.
"Oleh karena itu kerja sama para kreditur untuk berbagai negara low income country yang tengah menghadapi krisis utang, sehingga perlu kerja sama global dari para kreditur untuk memberikan ruang kepada para negara tersebut untuk bisa pulih kembali," ucapnya.