Rabu 02 Mar 2022 00:25 WIB

Indonesia Perlu Pikirkan Alternatif Pengganti Kedelai

Secara bertahap tahu tempe harus beralih dari bahan baku utama kedelai.

Red: Indira Rezkisari
Seorang pekerja mengeringkan kacang kedelai impor.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Seorang pekerja mengeringkan kacang kedelai impor.

EKBIS.CO, SOLO -- Pengamat Pertanian dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Mercy Bientri Yunindanova menyebut Indonesia perlu memikirkan alternatif pengganti kedelai. Upaya tersebut menyusul terjadinya kenaikan harga pada komoditas tersebut.

"Kita harus mencari alternatif, budi daya tidak bisa 100 persen mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri karena membutuhkan sistem budidaya lebih terpadu, seragam, dan manajemen yang baik," kata Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian UND tersebut,  Selasa (1/3/2022).

Baca Juga

Dengan demikian, kata dia, perlu ada proses diversifikasi pangan sumber protein dengan penggunaan alternatif biji-bijian lain sebagai bahan baku yang mengandung protein mendekati kedelai. "Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman tanaman biji-bijian dan telah terbukti dapat diolah menjadi olahan tempe. Sebetulnya tidak perlu khawatir karena banyak kearifan lokal tentang tempe," katanya.

Bahkan, dikatakannya, saat ini ilmu teknologi pangan sudah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan biji selain kedelai untuk bahan pangan kaya protein seperti tempe. "Memang pengenalannya kepada masyarakat belum masif, harus secara gradual (bertahap) mengubah mindset bahwa tahu dan tempe tidak hanya berbahan dasar kedelai. Protein itu bisa diperoleh dari bahan makanan yang lain, bahkan diversifikasi pangan dalam artian makan dalam berbagai jenis itu lebih baik," katanya.

Sementara itu, dikatakannya, sebagai negara yang mengandalkan impor kenaikan harga kedelai seharusnya menjadi momentum. "Karena makin ke depan harga kedelai akan makin naik dengan permintaan kedelai dunia yang tinggi karena makin diminati di pasar dunia," katanya.

Ia mengatakan permintaan kedelai dunia tinggi karena ada empat faktor yaitu untuk pemanfaatan energi biodiesel, pemanfaatan kedelai sebagai pakan ternak, konsumsi dalam jumlah tinggi seperti di China dan Amerika, serta plant based meat atau produk daging berbasis tanaman yang sedang tren. Mengenai pengembangan pertanian kedelai di Indonesia selama ini, dikatakannya, dari sisi kualitas dan kuantitas lebih rendah dibandingkan negara produsen lain.

"Ini karena mayoritas petani di Indonesia menanam secara sendiri-sendiri, berbeda tempat dengan lahan yang kecil, dan tidak dikelola dalam satu sistem yang sama sehingga hasil panennya kurang seragam. Meskipun ada yang telah dikoordinir oleh gapoktan (gabungan kelompok tani), namun variasi kualitas dan kuantitas masih rendah," katanya.

Ia mengatakan produktivitas kedelai di Indonesia cukup rendah, yakni sekitar 1,5 ton/hektare dan maksimum 1,6 ton/hektare di Jawa. "Jika dibandingkan dengan Brasil dan Amerika sebagai leader produsen kedelai produksinya mencapai 3,5 ton per hektare," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement