EKBIS.CO, BEIJING -- Pemerintah China menetapkan kebijakan pengurangan dan penggantian pajak hingga mencapai 2,5 triliun yuan atau sekitar Rp 5,6 kuadriliun sepanjang tahun 2022."Dengan adanya kebijakan itu, maka 1,5 triliun yuan (Rp3,3 kuadriliun) akan dikembalikan secara langsung kepada sektor usaha," kata Perdana Menteri China Li Keqiang kepada pers di Beijing seusai penutupan Sidang Parlemen Dua Sesi, Jumat (22/3/2022).
Menurut Li Keqiang, kebijakan yang tertuang dalam Laporan Kerja Pemerintah tersebut telah disetujui dalam sidang parlemen yang berakhir pada hari itu juga. Menurutnya, pengurangan pajak dan biaya sangat efektif dalam mendukung sektor usaha, khususnya menengah dan kecil di tengah situasi pandemi Covid-19.
"Hanya dengan menaburi pupuk pada bagian akar, maka daun dan ranting dapat tumbuh subur," ucapnya mengibaratkan.
Menanggapi kesulitan keuangan yang dihadapi pemerintah daerah karena beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan pemotongan pajak dan biaya, Li mengakui pemerintah pusat menyadari tantangan tersebut. Ia menyebutkan tahun ini, transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah diperkirakan meningkat sebesar 18 persen dibandingkan dengan tahun lalu menjadi 9,8 triliun yuan (Rp 22,1 kuadriliun).
Li menyatakan bahwa sebagian besar pengembalian pajak akan didanai oleh pemerintah pusat, namun beberapa jumlah tertentu akan dibagi dengan pemerintah daerah. Dalam temu media lokal dan asing tersebut, PM Li menyatakan bahwa negaranya masih membuka pintu lebar-lebar bagi investor asing tanpa memedulikan bagaimanapun situasi global.
"Selama menyangkut kebijakan keterbukaan China, tidak ada yang berubah," tegasnya.
China akan memanfaatkan sebaik-baiknya Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), kesepakatan perdagangan terbesar di dunia yang secara resmi mulai berlaku tahun ini dengan meningkatkan program perdagangan bebas. China akan menyetarakan perlakuan terhadap perusahaan milik negara, perusahaan swasta, dan perusahaan investasi asing agar China tetap menjadi tujuan utama investasi asing secara global, demikian PM Li.