EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari lembaga kajian Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy menilai pemberian bantuan langsung tunai (BLT) untuk Pertalite dan elpiji tiga kilogram tidak bisa bekerja sendiri. Skema BLT itu perlu dibarengi skema bantalan lain.
"Menurut hemat saya, bantuan ini juga perlu dikombinasikan dengan jenis bantuan lain, misalnya bantuan sosial tunai (BST) yang memang terbukti bisa menjaga daya beli untuk sementara kelompok kelas menengah bawah," ujarnya di Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Pemerintah menyatakan saat ini masih mengkaji rencana kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan elpiji tiga kilogram sebagai respons atas kenaikan harga komoditas tersebut di pasar internasional. Sejumlah bantalan sedang dipersiapkan untuk mengatasi gejolak sosial-ekonomi masyarakat atas keputusan menaikkan Pertalite dan gas melon tersebut, di antaranya dalam bentuk BLT seperti yang pemerintah berikan untuk minyak goreng.
Yusuf mengatakan wacana kenaikan harga Pertalite dan elpiji tiga kilogram itu dapat memberikan tekanan inflasi yang besar pada tahun ini. Tekanan inflasi akan terasa lebih berat untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah, apalagi mereka yang belum sepenuhnya bisa pulih dari pandemi Covid-19.
Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi memandang program BLT yang akan diberikan kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah merupakan solusi instan yang menimbulkan masalah baru. Menurutnya, potensi penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran juga cukup besar lantaran ketidakvalidan data.
Adapun Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurahman menyampaikan parlemen mendorong pemerintah mengalihkan skema subsidi energi yang terbuka menjadi tertutup dengan melakukan validasi data penerimanya terlebih dahulu agar tepat sasaran. "Spirit dari subsidi itu bukan mengurangkan harga, tapi mendorong agar masyarakat memiliki kemampuan daya beli agar tidak terjadi distorsi di lapangan," ujarnya.