EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2022 sebesar 4,5 persen sampai 5,2 persen. Adapun prediksi ini masih dipengaruhi oleh tekanan eksternal yaitu perang Ukraina dan Rusia dan perubahan kebijakan moneter negara-negara maju.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan secara keseluruhan tahun pertumbuhan ekonomi akan mencapai antara 4,8 hingga 5,5 persen. "Kami dari Kemenkeu memperkirakan kuartal I 2022 mencapai 4,5 hingga 5,2 persen dan keseluruhan tahun 4,8 hingga 5,5 persen. Ekspektasi yang tadinya positif terhadap pemulihan ekonomi global seiring meredanya Covid-19 tertahan atau mengalami tekanan karena eskalasi dari kondisi perang yang terjadi di Ukraina sejak 24 Februari 2022," ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (13/4/2022).
Adapun Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi perekonomian global menjadi 3,5 persen dari 4,5 persen. Kemudian Bank Dunia juga menurunkan proyeksi untuk perekonomian Asia Pasifik dari 5,4 persen menjadi empat hingga lima persen.
Menurutnya saat ini fokus pemerintah adalah menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia dan sisi kesehatan. Terutama menjelang hari besar keagamaan, Lebaran 2022.
"Dari sisi kesehatan kita dukung, diyakinkan pandemi bisa transisi jadi endemi sehingga kegiatan masyarakat yang termasuk dalam merayakan Idul Fitri tidak menimbulkan risiko Covid-19," ucapnya.
Dari sisi lain, kinerja yang positif dilihat dari sisi pendapatan negara dan dukungan terhadap belanja negara. Tercatat realisasi pendapatan negara pada Februari 2022 sebesar 37,73 persen (year on year/yoy).
“Itu artinya, pendapatan negara telah mencapai Rp 302,42 triliun atau setara 16,38 persen dari target APBN 2022,” ucapnya.
Kendati demikian, dari sisi realisasi belanja negara sedikit terjadi perlambatan sebesar Rp 287,7 triliun atau setara 10,4 persen dari pagu belanja negara. Adapun perbaikan pendapatan negara, kata Sri Mulyani, terutama disebabkan oleh pemulihan dari kinerja dunia usaha dan juga kenaikan harga komoditas serta kenaikan dari ekspor maupun impor barang yang diperlukan guna menopang kegiatan perekonomian yang semakin tinggi.
Kemudian, dari sisi realisasi belanja negara terjadi perlambatan sebesar 0,1 persen, mencapai Rp 287,7 triliun atau setara 10,4 persen dari pagu belanja negara.
"Meskipun mengalami sedikit perlambatan, realisasi belanja ini membaik apabila dibandingkan dengan periode Januari 2022 yang waktu itu mengalami kontraksi hingga 13 persen," ucapnya.
Sri Mulyani menyebut membaiknya realisasi belanja negara tersebut didukung oleh belanja pemerintah pusat yang terealisasi sebesar Rp 172,2 triliun. Adapun belanja ini mencakup belanja operasional dari kementerian/lembaga maupun belanja program dari kementerian/lembaga, terutama belanja infrastruktur dan belanja bantuan sosial (bansos), penyaluran bansos mengalami kenaikan dengan pelaksanaan bantuan program Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan (PKH) Tahap 1 dan juga pencairan bantuan Kartu Sembako.
Kemudian, belanja non kementerian realisasi mencapai Rp 93,6 triliun terutama pembayaran subsidi energi yang meningkat.
"Dengan perkembangan tersebut, penerimaan APBN mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi sebesar 37,73 persen sedangkan belanja relatif baik perkembangannya sejak Januari. APBN tetap mencatat surplus sebesar Rp 19,7 triliun atau 0,11 persen dari produk domestik bruto (PDB),” ucapnya.