Mulya mengatakan sinergi kolaborasi dan kemitraan antara pelaku usaha besar dan pelaku usaha mikro dan kecil serta ultra mikro harus diperkuat. Hal ini guna mengembangkan halal value chain agar tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Oleh karena itu, salah satu strategi dalam upaya pencapaian visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia adalah penguatan rantai nilai halal atau halal value chain. Penguatan hal ini salah satunya adalah dengan dukungan ekonomi keuangan syariah, melalui inovasi.
"Inovasi keuangan syariah ini sangat berpengaruh kepada penguatan halal value chain dan inovasi sangat tergantung juga pada kemampuan lembaga-lembaga keuangan syariah untuk melakukannya," katanya.
Ia menambahkan, inovasi juga sangat tergantung daripada regulator. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2021 telah mengeluarkan ketentuan melalui POJK 12 dan POJK 13 yang intinya adalah beralihnya regulatory approach dari rule-based approach menjadi principle-based approach.
Mulya mengatakan OJK tidak lagi mengatur secara rigid, tapi memberikan kebebasan bagi bank ataupun lembaga keuangan untuk melakukan inovasi dalam rangka mengejar pertumbuhan teknologi informasi yang berlangsung dengan cepat. Regulasi ini sudah sangat mendukung sehingga memungkinkan bagi bank bank untuk melakukan inovasi dengan cepat.
Mengingat regulasi telah mendukung, menurut Mulya saat ini tinggal kedewasaaan dari pada lembaga keuangan syariah untuk dapat melakukan inovasi. Tidak lain adalah kemampuan menghasilkan suatu produk ataupun aktivitas baru yang memenuhi kebutuhan masyarakat atau yang dikenal dengan user experience atau consumer experience.
"Nah, inilah barangkali kemampuan melakukan inovasi ini harus diimbangi dengan kemampuan melakukan mitigasi resiko yang tiada lain adalah kemampuan melakukan manajemen risiko yang canggih," kata Mulya.