EKBIS.CO, JAKARTA -- Tren penerbitan surat utang korporasi diperkirakan akan meningkat pada tahun ini. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksi emisi penerbitan surat utang korporasi bisa mencapai Rp 151 triliun, lebih tinggi dibanding penerbitan surat utang 2021 yang mencapai Rp 113 triliun.
"Katalis pendorongnya yaitu tren suku bunga yang masih rendah, kebutuhan untuk melakukan pembiayaan kembali atau refinancing serta kebutuhan modal kerja seiring dengan pemulihan ekonomi yang kian membaik," kata Kepala Divisi Pemeringkatan Korporasi Pefindo Niken Indriarsih, Selasa (19/4/2022).
Niken menilai obligasi korporasi dari sektor komoditas memiliki prospek yang cukup positif untuk dikoleksi investor. Hal ini didukung oleh kenaikan harga komoditas serta permintaan yang masih tinggi di tengah konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.
Di sisi lain, lanjut Niken, investor juga perlu mewaspadai sektor lain yang juga terkena imbas dari kenaikan harga komoditas ini. Pasalnya, kenaikan harga ini akan berdampak pada sektor yang menggunakan komoditas tersebut sebagai bahan baku.
Menurut Niken, investor juga perlu mewaspadai beberapa perusahaan di sektor properti karena dinilai memiliki prospek negatif. "Memang tidak semua pemain di sektor properti harus diwaspadai, ada juga perusahaan yang outlooknya positif seperti Summarecon," kata Niken.
Pefindo mencatat total penerbitan surat utang korporasi di sepanjang kuartal I 2022 sebesar Rp 40,4 triliun. Angka ini meningkat signifikan sebesar 73,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 23,21 triliun.
Berdasarkan perusahaannya, penerbitan surat utang masih didominasi oleh non-BUMN sebesar Rp 36,14 triliun. Sementara penerbitan surat utang oleh BUMN kurang dari 10 persen atau sebesar Rp 4,2 triliun.
Berdasarkan jenisnya, penerbitan surat utang didominasi oleh obligasi yaitu sebesar Rp 35,7 triliun. Sedangkan penerbitan MTN sebesar Rp 1,4 triliun dan sukuk sebesar Rp 3,2 triliun.
Dari sisi sektor, penerbitan surat utang dari lembaga keuangan seperti multifinance mendominasi sebesar Rp 14 triliun. Sedangkan non lembaga keuangan didominasi oleh sektor pulp and paper Rp 8,2 triliun, konstruksi Rp 3,8 triliun dan pertambangan Rp 3 triliun.