EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga daging sapi terus mengalami kenaikan hingga lebih dari Rp 160 ribu per kilogram (kg) pasca Lebaran. Meski tren harga terus naik, Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI) menilai harga bakal segera turun mengikuti daya beli masyarakat yang juga akan turun.
Ketua JAPPDI, Asnawi, mengatakan, ketersediaan daging sapi baik sapi eks impor Australia maupun lokal masih cukup baik hingga saat ini. Hanya memang, terdapat kenaikan signifikan dari tingkat pemotongan.
Harga daging sapi eks impor Australia dari semula Rp 45 ribu hingga Rp 47 ribu per kg saat ini naik menjadi Rp 57 ribu hingga Rp 58 ribu per kg atau naik sekitar 25 persen.
Lantaran pasokan sapi impor terbatas imbas harga dari Australia yang tengah melonjak, pemerintah mulai memberdayakan keberadaan sapi lokal. Alhasil, kata Asnawi, sapi lokal yang awalnya tak terlalu menjadi perhatian kini ikut diserap oleh rumah potong, alhasil harga ikut mengalami kenaikan.
Dari semula kisaran Rp 47 ribu-Rp 48 ribu per kg naik menjadi Rp 53 ribu-Rp 55 ribu per kg sehingga naik 15 persen.
"Apakah akan terjadi penurunan harga ke depan? saya sangat yakin akan terjadi penurunan sesuai dengan daya beli masyarakat," kata Asnawi kepada Republika.co.id, Kamis (5/5/2022).
Ia menjelaskan, di saat momen Lebaran meski harga naik signifikan masyarakat pasti akan membeli karena membutuhkan daging sapi untuk dijadikan hidangan. Namun, pasca lebaran, setelah puncak konsumsi terlewati, daya beli akan menurun karena masyarakat akan menyesuaikan pengeluaran konsumsi kembali.
Perusahaan peternakan yang semula mempertahankan harga tinggi, diyakini akan ikut menyesuaikan harga jual. "Sebab, semakin dia bertahan dengan harga tinggi, tidak ada yang beli otomatis sapi tidak terpotong dan itu akan menjadi beban produksi," katanya.
Sapi-sapi yang siap panen jika tertahan di peternakan akan membuat pembengkakan biaya produksi karena kebutuhan pangan yang mesti disuplai setiap hari. Mau tidak mau, pada titik itu akan terjadi keseimbangan ekonomi yang sesuai dengan daya beli pasar.
"Jadi ini dilematik yang harus diperhatikan oleh para pengusaha, jangan hanya bertengger di harga mahal. Ini kan dinamika dalam siklus ekonomi," ujarnya.
Daging Kerbau India
Di sisi lain, Asnawi menambahkan, pemrintah pun sudah menyiapkan alternatif berupa daging kerbau beku asal India. Pasokan itu diharapkan bisa menjadi penyeimbang harga di pasar karena harga yang dipatok sebesar Rp 80 ribu per kg.
Hanya saja, keberadaan daging kerbau beku belum optimal dalam menyeimbangkan harga. Pasalnya, kata Asnawi, sebagian besar pasokan yang diimpor oleh Perum Bulog pun dikuasai oleh swasta sehingga pergerakan harga minim kontrol.
Asnawi menyebut, terdapat daging kerbau beku khususnya bagian knuckle yang dijual seharga Rp 124.500 per kg. Padahal, harga jual dari Bulog ke distributor hanya berkisar Rp 55 ribu per kg.
"Artinya ada kenaikan hingga 131 persen inilah semestinya pemerintah melakukan pengawasan, bukan hanya di sapi siap potong tapi juga juga daging beku impor," kata dia.
Dikonfirmasi, Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal, mengatakan, harga jual daging kerbau baik oleh Bulog maupun swasta harus Rp 80 ribu per kg.
Ia pun menuturkan, sejauh ini belum mendapatkan laporan daging kerbau beku India yang didatangkan Bulog dijual di atas Rp 100 ribu per kg. "Sudah saya cek ke petugas semua dijual Rp 80 ribu per kg," katanya.