EKBIS.CO, JAKARTA -- Langkah PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham dinilai tepat di tengah penurunan harga saham perseroan yang terjadi sejak awal tahun. Aksi korporasi ini disebut dapat mengerem tren pelemahan yang lebih dalam.
"Salah satu tujuan buyback adalah untuk menjaga harga saham dari penurunan lebih dalam," kata Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Roger MM kepada Republika.co.id, Kamis (2/6/2022).
Sejak penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO), pergerakan saham anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk tertekan hingga mencapai Rp 640 walaupun secara kinerja tumbuh positif. Dalam enam bulan terakhir, saham bersandi MTEL ini telah terpangkas sebesar 14,46 persen.
Roger menilai aksi korporasi buyback MTEL akan menjadi katalis positif bagi harga saham Perseroan. Langkah ini sudah tepat karena penurunan harga saham berbanding terbalik dengan kinerja emiten. Seperti diketahui, MTEL mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 34 persen pada kuartal I 2022.
Di sisi lain, menurut Roger, investor akan melihat buyback sebagai peluang untuk mengoleksi saham MTEL. Pasalnya, aksi korporasi ini akan menurunan Price To Earning Ratio (P/E Ratio) sehingga membuat harga saham menjadi murah.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Yosua Zisokhi mengatakan saham MTEL siap melesat didukung pertumbuhan bisnis menara. Kinerja keuangan yang sehat disebut juga berpotensi mendongkrak kinerja saham Perseroan.
Yosua melihat posisi MTEL sebagai perusahaan menara terbesar di Indonesia sangat menguntungkan. MTEL saat ini memiliki 28.079 menara dengan CAGR 5 tahun mencapai 26,5 persen dan tenancy ratio sebesar 1,50x.
Perseroan berpotensi menambah sekitar 500-750 menara secara organik sepanjang tahun 2022. Perseroan juga menargetkan tambahan 6.000 menara dalam 1-2 tahun mendatang, yang akan mengokohkan posisi MTEL sebagai perusahaan menara telekomunikasi terbesar di Indonesia.
"Dengan tambahan menara tersebut, diperkirakan MTEL akan mendapatkan setidaknya 3.500 kontrak tenant baru, di samping lonjakan kolokasi yang mungkin terjadi di luar Jawa, yang baru memiliki rasio kolokasi 1,4x. Total tenant MTEL berpotensi tumbuh hingga 8,9 persen yoy pada 2022 dan 7,6 persen yoy pada 2023," terang Yosua dalam risetnya.
Agresivitas ekspansi bisnis MTEL didukung dengan kondisi keuangan yang sehat, terlihat dari posisi net cashnya pasca IPO yang mencapai Rp 2,5 triliun. Rasio DER diproyeksikan berada di level 0,5x pada tahun ini, sehingga MTEL mempunyai modal yang kuat untuk berekspansi secara anorganik.
Dengan asumsi EV per tower sebesar Rp 1,5-1,7 triliun per menara, maka dana yang diperlukan untuk akuisisi 6.000 menara akan mudah terpenuhi. Dari segi pendapatan, tambahan tenant baru berpotensi mendorong pendapatan MTEL tahun ini hingga 10,4 persen yoy dengan kenaikan EBITDA sebesar 15,5 persen yoy.
Selain itu, kinerja MTEL juga akan didukung oleh industri telekomunikasi yang terus bertumbuh. Konsolidasi ISAT-Hutchison 3 Indonesia akan membuat persaingan operator menjadi makin terbuka.
"Kondisi ini akan berdampak positif bagi MTEL, mengingat 57 persen dari menaranya berada di luar Jawa yang sangat penting untuk ekspansi jaringan operator," tambah Yosua.
Yosua pun merekomendasikan beli saham MTEL dengan target harga Rp 965. Meski demikian, investor juga perlu mencermati beberapa risiko utama antara lain turunnya permintaan dan harga sewa menara, perubahan kebijakan pemerintah, serta adanya konsolidasi antar perusahaan operator telekomunikasi.
Pada perdagangan hari ini, Kamis (2/6/2022), saham MTEL mengalami kenaikan sebesar 3,65 persen dan berada di level Rp 710. Posisi tersebut telah turun jauh dari saat IPO yang dipatok pada harga Rp 800.