Selasa 07 Jun 2022 18:35 WIB

Sri Mulyani: Waspadai Ancaman Krisis Keuangan Akibat Kenaikan Suku Bunga AS

Suku bunga AS pernah melonjak mencapai 20 persen pada periode 1980-1981.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Tangkapan layar menunjukkan suku bunga The Fed.
Foto: AP
Tangkapan layar menunjukkan suku bunga The Fed.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah mewaspadai ancaman krisis keuangan akibat kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat. Hal ini memicu tekanan inflasi yang tinggi di negara tersebut.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam beberapa kondisi kenaikan inflasi yang direspon dengan kenaikan suku bunga memberikan dampak pada pertumbuhan ekonominya. Amerika Serikat juga mencatat pertumbuhan ekonomi negatif pada 1974, 1975, 1980, 1982, 1991, 2008, 2009, dan terakhir 2020. 

Baca Juga

"Kalau kita lihat Amerika dalam 40 tahun terakhir, saat inflasi melonjak tinggi pasti akan direspon dengan kenaikan suku bunga. Dari tahun 70 ke tahun 2022 pada saat inflasi tinggi menyebabkan suku bunga naik," ujarnya saat rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Selasa (7/6/2022).

Dalam 40 tahun terakhir, Sri Mulyani menyebut, ada beberapa krisis keuangan yang ditimbulkan karena kenaikan suku bunga AS. Maka itu, dia meminta semua pihak berhati-hati dalam melihat potensi terjadinya krisis yang sama dalam waktu dekat.

"Kalau kita lihat inflasi dan kemudian Fed fund rate, Fed melakukan overshooting untuk memukul inflasi kembali turun, tapi yang turun ke bawah tidak hanya inflasi tapi juga pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat," ucapnya.

Menurutnya suku bunga Amerika Serikat juga pernah melonjak mencapai 20 persen pada periode 1980-1981 yang membuat pertumbuhan ekonominya tertekan. Saat itu, AS mengalami inflasi mencapai 14 persen karena kenaikan harga minyak dan perang Iran-Irak.

"Jadi sekarang ini kita harus sangat hati-hati. Dengan tren suku bunga yang naik, berarti potensi terjadinya krisis keuangan di berbagai negara di dunia kita lihat akan mungkin terjadi," ucapnya.

Pada 1982, kenaikan suku bunga AS yang mencapai 20 persen akibat inflasi sebesar 14 persen telah menyebabkan krisis keuangan di tiga negara yaitu Brasil, Argentina, dan Meksiko. Pada 1995, Meksiko kembali mengalami krisis saat suku bunga AS meningkat.

"Asian financial crisis itu juga terjadi yaitu kita tahun 98-97. Kemudian kita juga lihat 2007, 5,25 (persen) kenaikan suku bunga itu global financial crisis terjadi pada 2008-2009," ucapnya.

Menurutnya dalam beberapa tahun terakhir, suku bunga AS berada dalam kondisi yang rendah bahkan sampai nol persen. Namun kondisi tersebut merupakan pengecualian sehingga seolah-olah harga dolar dan suku bunga Amerika Serikat adalah rendah.

"Itu adalah suku bunga yang merah yang ada di bawah terus itu adalah situasi yang exceptional, sebetulnya suku bunga itu pernah di Amerika mencapai lima, enam, sembilan, bahkan 20 persen pada saat inflasi mencapai 14 persen," ucapnya. 

Sri Mulyani menyebut kenaikan suku bunga yang bertujuan untuk menekan lonjakan inflasi di Amerika Serikat juga berdampak penurunan pertumbuhan ekonomi. Artinya setiap the Fed melakukan adjustment, maka yang terjadi merupakan resesi karena AS mengalami pertumbuhan negatif.

"Kemarin Fed fund rate sudah naik 50 persen, dan dia akan menuju ke 3,5 persen. Ini artinya dolar menjadi sangat mahal dalam hal ini akan memberi konsekuensi kepada seluruh dunia karena interest global akan mengalami kenaikan," paparnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement