EKBIS.CO, JAKARTA -- Realisasi belanja subsidi hingga April 2022 ini sudah mencapai Rp 34,8 triliun. Artinya, ada kenaikan 50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 23,3 triliun. Untuk bisa mengendalikan subsidi yang diproyeksikan akan terus melonjak perlu regulasi yang menjelaskan secara detail penerima subsidi yang berhak.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menilai, selama ini salah satu penyebab subsidi tidak tepat sasaran penyalurannya, karena tidak adanya regulasi yang menjelaskan secara rinci dan detail seperti apa penerima subsidi.
"Kita punya Perpres 191 Tahun 2019 yang menjelaskan soal subsidi ini. Tetapi di dalamnya klausulnya masih rancu. Saat ini pemerintah sedang menyelesaikan revisi regulasi ini," kata Nicke di Gedung Pusat Pertamina, Rabu (8/6/2022) malam.
Nicke mencontohkan, misalnya dalam implementasi penyaluran solar subsidi. Dalam perpres hanya tertuang kendaraan yang berhak mengonsumsi solar subsidi adalah truck yang di bawah roda enam dengan identifikasi berplat hitam dengan tulisan bercat putih.
Sayangnya, di lapangan banyak truk tambang dan kelapa sawit yang memang secara roda tetap enam roda tetapi secara dimensi diubah. "Padahal, semua truk kan juga plat hitam tulisan putih. Ini yang sering kita sebut ODONG. Jadi mereka merombak truknya jadi kapasitasnya besar. Ini kan yang merugikan," ujar Nicke.
Nicke berharap melalui revisi permen ini mampu menjadi landasan Pertamina dalam menyalurkan subsidi BBM lebih tepat sasaran. "Karena kalau hari ini kita tidak salurkan maka ini akan menjadi temuan dan bermasalah juga bagi kami," tambah Nicke.
Nicke menjelaskan Pertamina saat ini sedang menggandeng pihak kepolisian untuk bisa mengintegrasikan data pemilik kendaraan dengan aplikasi My Pertamina. Nantinya, dengan integrasi ini pengawasan penyaluran subsidi bisa lebih transparan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pada tahun ini pemerintah bahkan akan menambahkan dana untuk subsidi mencapai Rp 275 triliun dan Rp 74,9 triliun untuk kompensasi ke Pertamina dan PLN.
Total anggaran yang digelontorkan untuk subsidi dan kompensasi mencapai Rp 355 triliun. Kompensasi energi ini naik 5 kali lipat dari postur awal, sementara subsidi energi naik 48 persen.
Tak heran, belanja negara dalam APBN tahun ini tembus Rp 3.106 triliun. "Belanja negara juga (jadi) melonjak sangat tinggi. Kalau kita lihat di sini belanja yang tadinya di Rp 2.786 triliun diperkirakan akan melonjak hingga ke Rp 3.106 triliun," sebut Sri Mulyani.