EKBIS.CO, JAKARTA-- Center of Reform on Economics (Core) menilai kebijakan subsidi pupuk merupakan bentuk subsidi langsung kepada petani. Hal ini sebagai kompensasi atas tingginya harga pupuk.
Pemerintah akan memfokuskan subsidi pupuk terhadap komoditas bahan pangan pokok yang berdampak langsung terhadap laju inflasi. Pemerintah juga memberikan subsidi gula petani senilai Rp 1.000 per kilogram, sehingga mampu meringankan beban masyarakat dan menjangkar potensi kenaikan harga pangan strategis.
"Rencana pemberian subsidi ini dalam jangka pendek memang dapat menjadi angin segar bagi para petani di tengah melonjaknya harga pupuk nonsubsidi yang diakibatkan perang Rusia-Ukraina. Namun dalam jangka panjang, tata kelola nasional perlu dibenahi," ujar Peneliti Core Indonesia Eliza Mardian, Kamis (14/7/2022).
Adapun kebijakan redistribusi pupuk bersubsidi dilakukan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan nasional, sehingga pemerintah fokus memberikan subsidi pupuk kepada petani untuk jenis Urea dan NPK. Harga pupuk nonsubsidi diperkirakan akan terus naik sepanjang 2022.
Data World Bank-Commodity Market Review per 4 Januari 2022, Pupuk Urea dan Diamonium Fosfat (DAP) mengalami kenaikan yang signifikan. Harga DAP mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85 persen.
Kenaikan harga pupuk nonsubsidi itu disebabkan sejumlah faktor, di antaranya pembatasan Ekspor Bahan Baku yang Dilakukan Rusia dan China. Saat ini Rusia dan China adalah dua negara pengekspor dua jenis bahan baku pupuk NPK, yakni Fosfor (P) dan Kalium (K) terbesar.
Selain pembatasan ekspor yang dilakukan Rusia dan China, meroketnya harga pupuk juga diperparah melalui kenaikan harga komoditas dunia yang menjadi bahan baku pembuatan pupuk. Adapun langkah lain yang dilakukan pemerintah untuk melakukan negosiasi terhadap komunitas global tidak memberikan sanksi impor pupuk dari Rusia, memudahkan pengiriman bahan baku pupuk asal Ukraina, serta mencari sumber pemasok baru.