EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan penduduk miskin dari 26,5 juta orang menjadi 26,16 juta orang pada Maret 2022. Kendati kemiskinan menurun, BPS mencatat gini ratio ketimpangan antarpenduduk justru mengalami peningkatan.
Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan, tingkat gini ratio per Maret 2022 mencapai 0,384 poin, naik dari posisi September 2021 sebesar 0,381 poin. Semakin tinggi nilai gini ratio maka semakin tinggi pula ketimpangan yang terjadi antar penduduk.
"Kemiskinan memang menurun dan terjadi di seluruh pulau, namun gini ratio menunjukkan arah berbeda," kata Margo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (15/7/2022).
Ia menuturkan, kenaikan gini ratio utamanya terjadi di perkotaan. Tercatat per Maret 2022, gini ratio perkotaan mencapai 0,403 poin naik dibandingkan September 2021 yang masih di level 0,398 poin.
Sementara itu, tingkat gini ratio di perkotaan cenderung bertahan di level 0,314 poin. "Jadi, gini ratio secara total mengalami peningkatan karena adanya pergerakan (kenaikan) gini ratio di perkotaan," katanya.
Secara kewilayahan, ketimpangan yang tertinggi terjadi di Yogyakarta dengan angka gini ratio 0,439 poin. Sementara, ketimpangan yang terendah terdapat di Kepulauan Bangka Belitung dengan nilai 0,236 poin.
Garis kemiskinan pada Maret 2022 sebesar Rp 505.469 per kapita per bulan. Itu mengalami kenaikan 3,97 persen. Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan komoditas bukan makanan.
Dengan tingkat garis kemiskinan itu, BPS mencatat, total jumlah penduduk miskin per Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang. Angka itu mengalami penurunan sekitar 340 ribu orang dari posisi September 2021 lalu dan turun 1,38 juta orang jika dibandingkan Maret 2021 lalu.
Penurunan kemiskinan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan. Tingkat kemiskinan di kota pada Maret lalu sebesar 7,5 persen, atau turun dari posisi September 2021 yang sebesar 7,6 persen. Adapun di perdesaan, tingat kemiskinan mencapai 12,29 persen, turun dari sebelumnya 12,53 persen.
Meski begitu, disparitas kemiskinan antara perkotaan dan perdesaan masih tinggi. BPS pun menilai kecepatan penurunan kemiskinan di perdesaan lebih cepat dari perkotan.
"Tingkat kemiskinan di perdesaan sudah kembali ke level sebelum pandemi, sedangkan di perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi," kata Margo.