Rabu 20 Jul 2022 08:50 WIB

Legislator Pertanyakan Rencana Simplifikasi Tarif Cukai Lima Layer

Anggota DPR Komisi XI sebut simplifikasi tarif cukai IHT akan terdampak ke petani

Rep: Novita Intan / Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta mengurungkan kebijakan melanjutkan simplifikasi tarif cukai rokok hingga menjadi lima layer. Hal ini dikhawatirkan pengusaha industri hasil tembakau (IHT) akan menyebabkan pabrikan sigaret kretek mesin (SKM) yang berada pada golongan II B dipaksa naik ke II A dan dibebani tarif yang tinggi. Menurut Anggota DPR Komisi XI Misbakhun rencana tersebut perlu diurungkan karena IHT saling berkaitan erat dari sektor hulu ke hilir dan berdampak luas secara sosial sentra-sentra tembakau.
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta mengurungkan kebijakan melanjutkan simplifikasi tarif cukai rokok hingga menjadi lima layer. Hal ini dikhawatirkan pengusaha industri hasil tembakau (IHT) akan menyebabkan pabrikan sigaret kretek mesin (SKM) yang berada pada golongan II B dipaksa naik ke II A dan dibebani tarif yang tinggi. Menurut Anggota DPR Komisi XI Misbakhun rencana tersebut perlu diurungkan karena IHT saling berkaitan erat dari sektor hulu ke hilir dan berdampak luas secara sosial sentra-sentra tembakau.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta mengurungkan kebijakan melanjutkan simplifikasi tarif cukai rokok hingga menjadi lima layer. Hal ini dikhawatirkan pengusaha industri hasil tembakau (IHT) akan menyebabkan pabrikan sigaret kretek mesin (SKM) yang berada pada golongan II B dipaksa naik ke II A dan dibebani tarif yang tinggi.

Menurut Anggota DPR Komisi XI Misbakhun rencana tersebut perlu diurungkan karena IHT saling berkaitan erat dari sektor hulu ke hilir dan berdampak luas secara sosial sentra-sentra tembakau. 

"Industri tersebut menyerap 650.000 pekerja IHT, melibatkan jutaan pelaku usaha dan tenaga kerja sektor distribusi dan retail," ujarnya, Selasa (19/7/2022).

Apabila tetap berlaku, lanjutnya, para petani tembakau yang terdampak dari adanya kebijakan tersebut nantinya harus dilindungi hak konstitusionalnya dalam memproduksi tembakau yang berkualitas.

Menurut data Gabungan Pabrik Rokok (Gapero), tahun ini rokok ditargetkan mampu berkontribusi Rp 188 triliun. Sebagian besar kontribusi berasal dari Jawa Timur, Kabupaten Pasuruan, senilai Rp 101 triliun. Selain itu, Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar menilai simplifikasi cukai berbanding lurus dengan peningkatan rokok ilegal, seiring dengan naiknya harga produk di pasaran.

Berdasarkan data Indef, sektor IHT menyerap enam juta tenaga kerja. Tercatat sebanyak 2,9 juta merupakan pedagang eceran, 150 ribu buruh pabrik, 60 ribu karyawan pabrik, 1,6 juta petani cengkeh, dan 2,3 juta petani tembakau.

Sementara itu Rektor Universitas Merdeka Pasuruan Sulistyawati menilai naiknya tarif cukai rokok akan membuat produksi yang dihasilkan petani tembakau di Pasuruan menurun, sehingga diharapkan kebijakan pemerintah juga memperhatikan nasib para petani tersebut. 

“Petani tembakau itu, mau tidak mau menyesuaikan dengan perkembangan yang ada negara kita. Dari satu sisi ingin meningkatkan produksinya, tapi sisi lain mengingat produksi yang berkualitas tinggi itu (membutuhkan biaya) mahal, namun kadang hasil jualnya tidak sesuai. Hal itu membuat petani kurang semangat ngopeni (mengurus) tembakaunya,” ucapnya.

Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Pasuruan Hannan Budiharto mengakui bila tarif cukai IHT telah memberikan sumbangsih besar bagi perekonomian Indonesia. 

“Bea cukai Pasuruan merupakan penyumbang penerimaan tertinggi secara nasional pada 2021. Pada 2022 sampai akhir tahun kita sudah proyeksikan akan tercapai sebesar Rp 57 triliun,” ucapnya.

Dia menuturkan, selama ini dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCT) yang diterima oleh kabupaten telah banyak dirasakan pembangunan di daerah. 

”Untuk membangun RSUD Bangil itu dikucurkan Rp 8 miliar dan puskesmas Rp 1 miliar,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement