Sementara itu, CEO PT Masagenah Group, Widya Hana Sofia, merupakan UMKM yang giat mengelola limbah sawit menjadi produk bernilai tambah yang juga diekspor.
Dia telah membangun kesadaran petani kelapa sawit untuk mengumpulkan limbah berupa pelepah kelapa sawit untuk dijadikan barang bernilai ekonomi.
Kesadaran kolektif masyarakat menjadi penggerak keberhasilan usaha yang dijalankan Widya bersama desa-desa yang bergabung dan menjalin kerja sama dengan BUMDes.
Kisah yang dibagikan CEO PT Diva Prima Cemerlang, Dewi Harlasyanti, pun tak kalah menarik. Dia telah memanfaatkan limbah rambut manusia menjadi produk bulu mata. Ketika memulai bisnisnya, Dewi melakukan riset tentang potensi pasar bulu mata, dan nyatanya Indonesia adalah pemasok bulu mata terbesar dunia.
Keseimbangan waktu bersama keluarga menjadi pertimbangan Dewi saat menjajaki bisnis bulu mata kepada sejumlah ibu-ibu yang bermukim di Purbalingga.
Waktu yang fleksibel menjadi daya tarik bagi ratusan perempuan untuk bergabung dalam kegiatan memproduksi bulu mata alami buatan Diva Prima Cemerlang.
“Kami memberdayakan para perempuan, 90 persen pekerja perempuan, untuk mengerjakannya di rumah masing-masing atau di lokasi yang disiapkan sebagai workshop atau tempat produksi bersama. Mereka memiliki pilihan sesuai dengan kondisi keluarga dan tidak mengorbankan tugas utama sebagai istri ataupun ibu rumahtangga,” kata Dewi.
CEO Palantaloom, perancang dan produsen songket yang berpusat di Batu Taba, Sumatra Barat, Trini Tambu menjelaskan pentingnya menciptakan keunikan dan pembeda yang berkualitas untuk meningkatkan daya saing produk di negara tujuan ekspor.
Trini yang berhasil mengantarkan tenun songket Palantaloom hingga menempati museum dunia ini mengedepankan prinsip pemberdayaan perempuan untuk melestarikan budaya dan seni Indonesia secara ramah lingkungan.
Dalam sesi mentorship khusus Women’s Leadership, Trini, membantu para pelaku UMKM yang berkonsultasi mengenai material yang digunakan dan strategi menjual tenun lokal. Dia mengungkapkan UMKM harus menjaga konsistensi dan kualitas dalam produksinya.
Para pembeli internasional akan menjadikan proses produksi yang berkelanjutan, misalnya melalui penggunaan benang pewarna alam dan teknologi ramah lingkungan, sebagai faktor yang turut menentukan pilihan mereka.
Direktur Eksekutif LPEI, Rijani Tirtoso, ikut menyampaikan, LPEI sebagai special mission vehicle Kementerian Keuangan selalu melakukan berbagai sinergi dan kolaborasi dalam menjalankan mandatnya untuk meningkatkan ekspor khususnya pada segmen UKM berorientasi ekspor.
Melalui pertemuan para UMKM berorientasi ekspor seperti perhelatan W20, Riyani berharap, LPEI bersama para pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya akan proaktif membentuk ekosistem yang produktif dan menjaga keberlanjutan ekspor segmen UMKM.
“Dari segi dukungan finansial, LPEI membagikan informasi tentang pengelolaan keuangan termasuk akses pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa konsultasi yang dapat dimanfaatkan UMKM semakin mendunia,” ucapnya.