EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengembangan data ekonomi syariah dan kontribusinya pada ekonomi nasional masih terus bergulir. Manajer Riset dan Konsultansi Pusat Ekonomi Bisnis Syariah Universitas Indonesia (PEBS UI), Azizon menyampaikan pendataan terkait ekonomi syariah memang masih punya banyak tantangan.
"Indeks kontribusi ekonomi syariah ini memang agak tricky apalagi untuk industri halal, ini karena definisi industri halal itu sendiri masih banyak perbedaan pendapat," katanya saat pertemuan virtual dengan Republika, Kamis (4/8).
Menurutnya, banyak pihak telah mulai melakukan pendekatan pendataan. Namun demikian, masih perlu kajian yang cukup panjang untuk mencapai indeksasi atau rating.
PEBS Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia juga salah satu yang melakukan riset untuk memungkinkan pengukuran. Saat ini, PEBS baru memiliki program proyeksi yang rutin dilakukan setiap tahun untuk outlook ekonomi syariah yakni Indonesia Sharia Economic Outlook (ISEO).
"PEBS juga sedang mengupayakan bisa melakukan indeksasi, rating, untuk mengukur kontribusi halal, dana sosial, juga ekonomi syariah secara keseluruhan," katanya.
Perlu diakui, masih ada pro kontra terkait ketentuan penghitungan yang juga memerlukan kajian cukup panjang. Hal ini penting karena data-data harus bisa dipertanggungjawabkan.
Sehingga saat mengeluarkan angka-angka definitif terkait ekonomi syariah, laporan dapat bermanfaat dan jadi rujukan nasional. Saat ini, Bank Indonesia menjadi yang terdepan dalam perhitungan data ekonomi syariah melalui Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah (LEKSI).
"Data ekonomi syariah ini Bank Indonesia yang sudah memiliki, salah satu pendekatannya, yang sektor non halal dikeluarkan," katanya.
BI juga melakukan inisiasi bersama sejumlah instansi lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS) untuk pengukuran PDB Syariah. Manajer Pelatihan PEBS UI, Fauziah Rizki Yuniarti menambahkan, LEKSI yang dikeluarkan BI saat ini menjadi laporan terdepan dengan metode yang paling memungkinkan menggunakan data-data yang ada.
Ia juga menyebutkan, salah satu yang menjadi indikator penentu pendataan untuk sektor ekonomi syariah adalah kode halal HS Code. Pengerjaan HS Code ini sedang dilakukan dan dimotori oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Pengerjaannya pun cukup menantang karena banyaknya komoditas.
"HS Code juga akan masuk dalam Masterplan Industri Produk Halal Indonesia (MPIPHI) 2022-2029, namun kita lihat nanti apa HS Code ini terbit sebelum atau sesudah MPIPHI," katanya.
MPIPHI sendiri dijadwalkan terbit pada tahun ini. Kepala PEBS FEB UI, Rahmatina A. Kasri mengatakan MPIPHI 2022-2029 sendiri masih terus melakukan focus group discussion mengingat banyaknya pembahasan sektor industri halal.
Ia menambahkan, PEBS FEB UI terus berupaya mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah dari sisi penelitian, konsultansi, pelatihan, serta pengabdian masyarakat. Sejumlah program flagship yang dilakukan termasuk ISEO, Islamic Economics Summer School (IESS), Santripreneur, hingga PEBS Award.
"Kami juga mencoba memuat prediksi, proyeksi, termasuk terkait industri halal ini yang memang menantang karena data agak sulit didapat," katanya.